Divonis 1,5 Tahun Penjara Kasus Tragedi Kanjuruhan, Begini Tanggapan Ketua Panpel Arema FC
Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris mengaku masih banyak pihak-pihak di dalam pelaksanaan sepak bola atas kasus tersebut
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Divonis 1 tahun enam bulan penjara, terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris mengaku masih merasa ada yang mengganjal.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Kamis (9/3/2023).
Baca juga: Komisi X DPR Sebut Panpel Arema FC yang Divonis 1,5 Tahun atas Tragedi Kanjuruhan Tidak Setimpal
"Masih kita pertimbangkan lagi, kami belum bisa melihat secara penuh apa yang disampaikan majelis hakim. Tapi sementara ini akan kami pertimbangankan lagi kami pikirkan lagi, pada hal-hal yang ganjel," katanya.
Ia merasa masih banyak pihak-pihak di dalam pelaksanaan sepak bola atas kasus tersebut yang perlu dimintai pertanggungjawaban di depan pengadilan.
Seperti, PT LIB, federasi dan pihak pengamanan pelaksanaan sepak bola.
Sehingga, baginya masih tak adil jika semua tanggung jawab atas kasus tersebut dibebankan kepada dirinya.
"Yang berkaitan dengan sepak bola, ada LIB, ada federasi, juga ada penanggungjawab keamanan. Semua kalau dilimpahkan ke kami juga gak adil. Semua harus ikut pertanggungjawaban," jelasnya.
Apalagi saat dimintai tanggapan mengenai kondisi pintu stadion pada saat insiden malam kelabu nahas itu, terjadi.
Baca juga: Dituntut 6 Tahun 8 Bulan Penjara, Ketua Panpel Arema FC Divonis Hanya 1,5 Tahun
Dengan nada bicara yang sedikit meninggi dibandingkan beberapa detik sebelumnya, terdakwa Abdul Haris menegaskan, sumber utama malapetaka di dalam pintu stadion tersebut adalah gas air mata.
"Pintu stadion sejak dulu ya seperti itu. Kalau ada gas air mata ya siapapun kalau pintu lebar ya tetap jadi masalah. (Penyebabnya) Gas air mata, gas air mata," pungkasnya seraya memasuki pintu pagar jeruji utama tahanan sementara Kantor PN Surabaya.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Abdul Haris, Eko Hendro Prasetyo menilai, pihak majelis hakim sangat jeli memberikan putusan tersebut.
Meskipun pihaknya masih harus pikir-pikir meninjau hasil putusan tersebut.
Namun, ia merasa, majelis hakim tampak luput pada sebuah poin penting mengenai kondisi pintu gerbang utama stadion yang berkaitan dengan kewenangan kliennya.
"Pikir-pikir lagi. Saya kira majelis sudah jeli. Tapi beliau kayaknya lupa salah satu pertimbangan diutarakan. Bahwa pintu besar F itu, yang lazim dilakukan sebagai pintu keluar suporter, itu tertutup asap," ujar Eko di depan ruang sidang.