Kasus Bocah Kelas 2 SD Tewas Disorot Istri Bupati Sukabumi, Polisi Selidiki Dugaan Penganiayaan
Polisi masih melakukan penyelidikan tewasnya bocah kelas 2 SD di Sukabumi. Istri Bupati Sukabumi mengaku prihatin dengan kejadian ini.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kasus meninggalnya siswa kelas 2 SD di Sukabumi, Jawa Barat mendapat sorotan dari Istri Bupati Sukabumi, Yani Jatnika Marwan.
Pasalnya, ada dugaan penganiayaan di lingkungan sekolah yang mengakibatkan korban meninggal.
Yani Jatnika Marwan mengaku geram karena kasus perundungan masih terjadi di Sukabumi.
"Kalau betul ini terjadi penganiayaan, apalagi korban sampai meninggal, saya sangat geram."
"Miris sekali. Ternyata perundungan di sekolah masih ada," ungkapnya, Minggu (21/5/2023), dikutip dari TribunJabar.id.
Baca juga: Bocah Kelas 2 SD di Sukabumi Tewas Diduga Dianiaya Kakak Kelas, Polisi Periksa Pihak Sekolah
Ia yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi berjanji akan mengawal kasus yang sedang dalam proses penyelidikan.
"Kasus ini sudah ditangani pihak kepolisian, semoga kebenaran segera terungkap," ujarnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota, AKP Yanto Sudiarto mengatakan sudah ada enam saksi yang diperiksa untuk mengetahui penyebab kematian korban.
Para saksi berasal dari pihak sekolah dan pihak keluarga yang tidak diungkap identitasnya.
"Sampai saat ini baru enam saksi, yaitu dari pihak keluarga dan pihak sekolah," katanya.
Selain keterangan dari saksi, hasil visum dari rumah sakit juga akan dijadikan barang bukti pendukung dalam kasus ini.
"Sampai saat ini hasil visum belum ada. Namun kami sudah mengirimkan surat permohonan kepada pihak rumah sakit," lanjutnya.
AKP Yanto Sudiarto belum dapat menyimpulkan adanya penganiayaan sebelum korban meninggal karena masih dalam proses penyelidikan.
Baca juga: Sosok MHD, Bocah SD di Sukabumi yang Tewas Dikeroyok Kakak Kelas, Baru Pindah Sekolah 4 Bulan
Korban Sempat Menyebut Nama Pelaku
Korban yang berinisial MHD (9) sempat kritis selama 3 hari di rumah sakit dan dinyatakan meninggal pada Sabtu (20/5/2023) sekitar pukul 08.00 WIB.
Berdasarkan keterangan korban sebelum meninggal, ada tiga kakak kelas korban yang melakukan penganiayaan.
Kakek korban, MY (52) mengatakan MHD sering jadi korban perundungan di sekolah karena statusnya sebagai siswa yang baru pindah.
Pihak keluarga sepakat memindahkan sekolah korban agar lebih dekat dengan rumah kakeknya.
"Jadi baru 4 bulan pindah kesini, tujuannya agar dekat dan sudah membikinkan rumah untuk orang tua dekat sekolah," paparnya, Minggu (21/5/2023), dikutip dari TribunJabar.com.
MY mengungkapkan cucunya dianiaya selama dua hari dan pelaku penganiayaan ada yang dari kelas 5 SD, kelas 4 SD, bahkan kelas 2 SD.
"Kejadian dari hari Senin, Selasa. Jadi dua hari itu dipukulin di lingkungan sekolah. Dianiayanya di belakang sekolah dekat dan kamar mandi," imbuhnya.
Ia tidak mengetahui identitas para pelaku penganiayaan, tapi sebelum korban meninggal sempat diungkapkan inisial salah satu pelaku.
"Ketika ditanya siapa yang melakukannya (penganiayaan), korban hanya bilang oleh inisial AZ, namun itu tidak berlanjut karena suara korban sudah tidak ada," terangnya.
Polisi masih mendalami kasus ini karena siswa dengan inisial AZ di sekolah tersebut ada 4 siswa.
"Sedangkan seteleh dicek di sekolahnya, ada 4 orang namanya disebutkan (sama)," bebernya.
Baca juga: Bocah SD Sukabumi Dikeroyok Kakak Kelas saat di Sekolah, Korban Sempat Koma 3 Hari Sebelum Meninggal
Ketika berada di rumah sakit, korban juga enggan untuk mengakui telah mendapat penganiayaan dari kakak kelasnya.
Dokter di rumah sakit harus membujuk korban berterus terang untuk mengetahui kejadian yang dialami korban.
"Akhirnya dokter pura-pura menyuruh keluarga untuk keluar ruangan, dan pihak keluarga bersembunyi di balik tirai di ruangan periksa."
"Dari situ korban baru mangakui bahwa dirinya sudah dikeroyok oleh 3 orang kakak kelasnya," jelasnya.
Dari hasil visum di rumah sakit, terungkap korban mengalami luka di organ luar dan dalam.
"Hasil visum korban mengalami luka pecah pembuluh darah, dada retak dan tulang punggung retak," tuturnya.
Menurutnya, pihak sekolah dan orang tua dari para pelaku harus bertanggung jawab atas kejadian ini.
Hal ini karena kasus penganiayaan terjadi dilingkungan sekolah dan saat jam pelajaran berlangsung.
"Harapan dari kami sebagai keluarga, minta dituntaskan siapa pelaku yang sebenarnya, dan minta pertanggungjawaban dari keluarganya (pelaku) dan tanggungjawab sekolah," tegasnya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJabar.id/Dian Herdiansyah)