Peneliti Nilai Pers Mahasiswa Butuh Perlindungan Hukum, Kerap dapat Kekerasan hingga Pembredelan
Andreas Harsono dari Human Right Watch menyoroti bagaimana perlindungan hukum bagi pers mahasiswa (persma) saat mendapatkan represi dari banyak pihak.
Penulis: Rifqah
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Andreas Harsono, peneliti dari Human Right Watch turut menyoroti mengenai bagaimana perlindungan hukum bagi pers mahasiswa (persma) saat mereka mendapatkan represi dari banyak pihak.
Dalam hal ini, Andras Harsono menjadi salah satu pembicara dalam acara Seminar Nasional Resolusi Payung Hukum Persma bertajuk "Perkuat Militansi, Percepat Regulasi".
Seminar Nasional tersebut diadakan oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) hari ini, Senin (22/5/2023) di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah.
Acara tersebut merupakan serangkaian dari acara besar Kongres PPMI XVII yang akan diadakan hingga 26 Mei 2023 mendatang bertempat di Solo Raya.
Andreas mengatakan, payung hukum persma penting adanya karena protes-protes yang didapatkan oleh persma sering kali berakhir dengan berbagai pelanggaran.
Mulai dari berita yang dipaksa di take down, kekerasan, bahkan hingga pembredelan.
"Kenapa itu penting, karena protes-protes itu sering berakhir dengan berbagai macam pelanggaram, mulai dari minta berita dicabut, dipukul, diintimidasi, bahkan dibredel," ucapnya ketika ditemui Tribunnews.com di Aula Fisip UNS, Senin.
Baca juga: 3 Jurnalis Persma PNJ Hilang Kontak Saat Meliput Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja
Dikatakan Andreas, persoalan-persoalan tersebut munculnya dari ketidakpuasan orang-orang atas apa yang diberitakan oleh pers mahasiswa.
"Semua persoalan-persoalan itu, munculnya dari ketidakpuasan orang-orang yang diberitakan, baik itu pihak kampus, entah itu sesama organisasi mahasiswa, dosen atau orang-orang yang dituduh melakukan kekerasan seksual," katanya.
Andreas Harsono: Ada Mekanismenya, Bisa Dilaporkan ke Polisi
Mengenai solusi atas permasalahan tersebut, Andreas mengatakan sebenarnya ada mekanismenya, yakni bisa dilaporkan ke polisi.
Selain itu, juga banyak pasal-pasal yang bisa dipakai untuk mencari duduk perkaranya.
"Sebetulnya ada mekanismenya, yaitu dilaporkan ke polisi, ada banyak pasal-pasal yang bisa dipakai buat mencari duduk perkara persoalan-persoalan pencemaran nama baik, ada Undang-undang ITE, ada KUHP, dan seterusnya," ucap Andreas.
Kendati demikian, cara-cara tersebut juga bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.