Pihak UNS Ungkap Hasil Klarifikasi Dugaan KDRT Dosen FKIP, Minta Penulis Utas Minta Maaf
Universitas Sebelas Maret (UNS) mengungkapkan hasil klarifikasi terkait dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dosen FKIP inisial BW.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Pihak Universitas Sebelas Maret (UNS) mengungkapkan hasil klarifikasi terkait dugaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dosen FKIP.
Sebelumnya, viral di media sosial Twitter terkait cuitan yang menyatakan dosen FKIP UNS berinisial BW diduga melakukan KDRT terhadap istrinya, R.
Pihak kampus pun mengaku telah memanggil dosen tersebut untuk dimintai penjelasan.
Dekan FKIP UNS, Mardiyana, menuturkan pihaknya telah memanggil oknum dosen itu pada Kamis (25/5/2023) kemarin.
Dari hasil klarifikasi tersebut, kata Mardiyana, BW membantah melakukan KDRT di lingkungan UNS.
Mardiyana menuturkan, tak ada saksi mata yang melihat secara langsung tindakan KDRT itu saat di kampus UNS.
Baca juga: Fakta Terbaru Dosen UNS Diduga KDRT, Terjadi di Tahun 2017 hingga Tanggapan Konsultan Hukum
Pernyataan tersebut disampaikan Mardiyana melalui pers rilis yang diterima Tribunnews.com, Jumat (26/5/2023).
"Bahwa BW telah membantah foto leher memar atau lecet dan tangan memar atau lecet merupakan akibat dari kekerasan di lingkungan FKIP UNS."
"Bahwa hasil klarifikasi terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui peristiwa tersebut menyatakan tidak ada yang melihat langsung peristiwa kekerasan fisik yang dilakukan BW terhadap R," katanya.
Mardiyana mengatakan, foto yang memperlihatkan wajah berdarah yang beredar merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 2017 dan bukan terjadi di lingkungan UNS.
"Karena menyertakan foto wajah berdarah-darah luka parah."
"Padahal foto tersebut bukan merupakan akibat peristiwa yang terjadi di FKIP UNS, namun terjadi pada tahun 2017, jauh sebelum BW bekerja di FKIP UNS," ujarnya.
Meski utas yang ditulis akun @wonderdyn pada Rabu (24/5/2023) itu disertai penjelasan disetiap foto, namun hal tersebut dinilai tetap menimbulkan mispresepsi.
Menurut Mardiyana, masyarakat menjadi salah menafsirkan bahwa tindakan KDRT itu dilakukan di lingkungan UNS, padahal menurutnya itu tidak lah benar.