Cerita Mahasiswa di Semarang Diperas hingga Rugi Jutaan Rupiah karena Lakukan VCS
Ignatius Rhadite pendamping hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menceritakan bahwa kliennya menjadi korban.
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
Seperti pada belasan kasus VCS lainnya, biasanya kasus tersebut terjadi diawali dari adanya hubungan antara korban dan pelaku seperti hubungan pacaran.
Bila kasusnya seperti itu, pihaknya tegas mengundang pelaku untuk menghapus videonya. Bila disebar akan ditempuh jalur hukum.
"Kami undang dulu, kalau sebatas masih mengancam," terangnya.
Bersumber Catatan LBH Semarang, ada 46 pengaduan kekerasan seksual tahun 2022. Mayoritas aduan Kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) di antaranya VCS dan pemerkosaan. "Setengah korbannya adalah mahasiswa," ungkapnya.
Terpisah, Pakar IT Digital Forensik Semarang, Solichul Huda menuturkan, VCS termasuk dalam rekayasa digital atau social engineering yang mana merupakan salah satu modus kejahatan dengan menanipulasi kondisi psikologi korban.
"Penawaran VCS termasuk sosio engineering karena menawarkan kesenangan," katanya.
Kejahatan sosio engineering berupaya memanipulasi korban dengan informasi sangat menyedihkan dan sebaliknya.
"Menghadapinya harus tenang baru direspon. Diverifikasi dan validasi, jangan sampai transaksi apapun," lanjut Huda.
Ia menambahkan, aktivitas VCS sah-sah saja sejauh dilakukan bersama pasangan sah.
Hanya saja, jangan sampai ada aktivitas penyimpanan. Sebab, ditakutkan ketika handphone hilang atau diserang hacker bisa disalahgunakan.
"Misal tidak ada hubungan resmi mending ga usah VCS," katanya.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kisah Mahasiswa di Semarang Jadi Korban VCS Hingga Merugi Hampir Rp 5 Juta