Warga Gunungkidul Terinfeksi Antraks, Ini kata Dinas Kesehatan hingga Sri Sultan HB X
Seorang Warga Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta dirawat di RSUD Wonosari karena positif Antraks.
Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Seorang Warga Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta dirawat di RSUD Wonosari karena positif Antraks.
Adanya pasien dengan gejala Antraks tersebut dikonfirmasi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Dewi Irawaty.
"Iya ada satu orang yang harus dirawat di RSUD Wonosari karena munculnya gejala," kata Dewi.
Pasien tersebut berjenis kelamin laki-laki dan mengeluh ada luka di tangan dan muncul pembengkakan.
"Ada luka di tangan, bengkak kemudian mungkin ada gejala lain juga sehingga harus diopname," kata dia.
Dewi menambahkan, pasien tersebut termasuk dari 85 orang yang terkonfirmasi Antraks.
Baca juga: Pakar Sarankan Kemunculan Kasus Antraks di Gunungkidul Jadi KLB
Sebelumnya, di wilayah Gunungkidul telah dilakukan pemeriksaan terhadap 125 orang.
Mengutip Kompas.com, 85 orang di antaranya terkonfirmasi Antraks.
"Jadi dia itu masuk yang 85 orang positif itu. Saat ini masih dirawat, untuk perkembangannya dokter yang mengetahui," kata dia.
Puluhan Warga Gunungkidul Positif Antraks
Kementerian kesehatan (Kemenkes) sebelumnya mengumumkan ada 93 warga di Kabupaten Gunungkidul yang terjangkit Antraks.
"93 sero positifnya. Tapi kita masih lakukan penyelidikan epidemiologi. Ada 3 yang meninggal. Ini kasus pertama tahun 2023," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi, Rabu (5/7/2023).
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, DPKH (Dinas Pertanian dan Kesehatan Hewan) Gunungkidul, Retno Widyastuti mengungkapkan kronologi temuan kasus Antraks di Semanu, Gunungkidul.
Retno mengatakan, pihaknya baru mengetahui adanya kasus Antraks dari keterangan warga.
Baca juga: Cegah Penularan Antraks, Kementan Suntik Antibiotik ke Ratusan Hewan Ternak di Gunungkidul
"Yang kami tahu hanya ceritanya, dilapori warga pada 2 Juni 2023," ujar Retno.
Dari laporan tersebut, ada tiga sapi yang mati di pertengahan Mei 2023 lalu.
Satu di antaranya sudah diminta untuk dikuburkan, sedangkan dua lainnya tidak ditemukan.
Sapi yang sudah dikubur tersebut lalu digali lagi oleh warga lalu disembelih untuk dikonsumsi.
Dua sapi juga lainnya yang juga mati mendadak dan ikut dikonsumsi meski tidak dikubur.
"Seorang warga lalu mengeluhkan gejala sekitar akhir Mei, lalu meninggal dunia di awal Juni," jelas Retno.
Retno mengatakan, timnya pun langsung bergerak usai menerima laporan dan mengambil sampel tanah tempat sapi di sembelih untuk pemeriksaan laboratorium.
Hal tersebut dilakukan karena tak ada bangkai yang tersisa.
Ia menambahkan, hasil pemeriksaan terakhir pada 17 Juni 2023 menyatakan sampel tanah positif Antraks.
Rencananya, sampel tanah akan diambil lagi untuk pemeriksaan terbaru.
"Kalau masih positif, maka lokasi penyembelihan akan disiram formalin lagi, kalau negatif tanahnya akan kami cor beton agar tidak berbahaya," katanya.
Baca juga: Kronologi Kasus Antraks di Gunungkidul Yogyakarta, Sapi Mati Disembelih, Daging Dibagikan ke Warga
Tanggapan Sri Sultan Hamengkubuwono X
Gubernur DIY, Sri Sulta Hamengku Buwono X pun turut menanggapi hal tersebut.
Ia mengatakan, penemuan kasus Antraks bukan hal baru karena telah terjadi beberapa kali.
Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan terutama di daerah yang menjadi lalu lintas ternak dari luar daerah.
"Soalnya kalau perdagangan ternak seperti ini tidak ketat untuk mengatasi Antraks ya mesti tidak pernah bisa diselesaikan. Mestinya cara menanganinya sama. Di Gunungkidul pengawasannya juga harus teliti tapi juga dari daerah lain kalau memang ada kecenderungan Antraks ya jangan dijual dan dikirimkan," ujar Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (5/7/2023).
Gubernur DIY juga heran, karena ada hewan yang sudah mati lalu dikonsumsi oleh masyarakat.
Hal tersebut, menurutnya, disebabkan karena masyarakat yang menyepelekan serta tak ingin merugi karena ternaknya mati mendadak.
"Kemarin kan juga tahu-tahu mati akhirnya disembelih terus dimakan bersama, kenapa hal ini selalu terulang. Saya kira masyarakat sendiri ya sering ngemingke (menyepelekan) saja. Kalau saya lebih senang ya kalau masyarakatnya begitu Pemda-nya ya harus bisa lebih tegas lagi,"
"Sudah tahu Antraks ya dimakan bersama, eman-eman kalau terus dipendam (dikubur). Ini kan masalah mungkin literasinya jalan tapi mungkin kurang telitinya memeriksa ya sulit," sambung Sri Sultan HB X.
(Tribunnews.com, Renald)(TribunJogja.com, Yuwantoro Winduajie)(Kompas.com, Markus Yuwono)