Bandara yang Jaraknya 500 Km dari Jakarta Diklaim Paling Aman dari Gempa M8.5 dan Tsunami 10 Meter
Terdapat fasilitas Gedung Crisis Centre 4 lantai dengan luas bangunan 5.284 meter persegi yangtempat evakuasi yang bisa mampu menampung 1.000 orang
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jogja Miftahul Huda
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Kawasan sepanjang selatan Samudra Hindia merupakan kawasan yang rentan terjadinya bencana gempa bumi.
Tak berlebihan, beberapa peristiwa kejadian gempa terjadi wilayah yang berdekatan dengan pantai selatan, seperti wilayah Pacitan, Bantul Purworejo hingga pesisir selatan Jawa Barat.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) Dwikorita Karnawati menyampaikan sebagai negara ASEAN, Indonesia ditunjuk sebagai ASEAN quick information center.
Indonesia harus bertanggungjawab menyampaikan peristiwa gempa bumi dan tusansmi kepada 10 negara ASEAN dan 20 negara disepanjang Samudera Hindia.
"Khusus sesar Opak terus dimonitor, karena karena gempa bumi terakhir terjadi di Selatan Bantul magnitudo 6.
Itu kalau di kabupaten atau provinsi lain dengan kedalaman yang sama itu rusaknya massif, tapi di DIY hanya rusak ringan dan sangat ringan," katanya, dijumpai di Yogyakarta , Selasa (1/8/2023).
Baca juga: BREAKING NEWS: Gempa M 5,7 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami
"Alhamdulillah Jogja sudah mengantisipasi patahan Opak, edukasi sudah maju," sambungnya.
Nah, untuk proyek-proyek strategis di wilayah pesisir, pemerintah telah menyiapkan mitigasi jika terjadi gempa.
Misalnya, kehadiran bandara yang berada di pesisir laut.
Mengingat posisi bandara berada di pantai selatan di mana terdapat pertemuan lempeng Australia dan lempeng Asia yang berpotensi menimbulkan bencana maka bandara disiapkan jika terjadi gempa bumi magnitudo 8.5 dan tsunami dengan proyeksi ketinggian maksimum 12,8 MSL (Mean Sea Level).
Bahkan saat di bandara itu saat terjadi gempa dan tsumami menjadi tempat aman khususnya berada di lantai 2 yang mampu 10 ribu orang.
Terdapat fasilitas Gedung Crisis Centre 4 lantai dengan luas bangunan 5.284 meter persegi yang dapat difungsikan sebagai tempat evakuasi yang mampu menampung hingga 1.000 orang.
Bandara ini memiliki terminal seluas 219.000 meter persegi yang dapat menampung 20 juta penumpang per tahun.
Penerbangan komersial perdana ditandai dengan mendaratnya pesawat maskapai Citilink QG-132 pada 6 Mei 2019 silam.
Operasi penuh bandara baru dimulai pada 29 Maret 2020 dengan dipindahkannya seluruh penerbangan berjadwal dari bandara lama.
Bandara berada di lahan seluas 600 hektar yang biaya pembangunannya menelan biaya hingga Rp12 triliun.
Bandara ini direncanakan akan memiliki terminal seluas 210.000 meter persegi dengan kapasitas 20 juta penumpang per tahun dan dilengkapi dengan hanggar seluas 371.125 meter persegi yang sanggup menampung sebanyak 28 unit pesawat.
Bandara ini juga dapat menampung pesawat berbadan lebar, seperti B777, B747, A380.
Lantas apa nama bandara itu?
Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) Kulon Progo direkomendasikan sebagai tempat teraman apabila terjadi gempa bumi maupun tsunami.
Konstruksi bangunan bandara tersebut sudah menggunakan metode tahan gempa dan tsunami.
Baca juga: Perbaikan Rumah Warga Terdampak Gempa di Yogyakarta Mulai Dilakukan
Bandara YIA Kulon Progo merupakan satu-satunya bandara di ASEAN yang telah disiapkan untuk tahan gempa.
"Bahwa Bandara YIA di Kulon Progo itu satu-satunya bandara di ASEAN yang telah disiapkan untuk tahan gempa keguatan magnitudo 8.5 dan tsunami sampai ketinggian 10 meter," kata Dwikorita Karnawati.
Dari kondisi tersebut pihaknya mengimbau apabila terjadi situasi kedaruratan.
Saat terjadi gempa bumi atau tsunami masyarakat dapat ditampung di Bandara YIA karena memiliki tingkat ketahanan gempa yang baik. ( Tribunjogja.com )
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kepala BMKG Sebut Bandara YIA Kulon Progo Tahan Gempa dan Tsunami se-ASEAN