Tak Mau Direlokasi, Warga Pulau Rempang Batam Minta Perlindungan Hukum ke Presiden Jokowi
Warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi agar tidak direlokasi
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi agar tidak direlokasi dalam proses pengembangan Rempang Eco-City oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama PT Makmur Elok Graha (MEG).
Selain itu, mereka juga minta agar hak-haknya dipenuhi secara adil jika terjadi pengembangan Rempang Eco-City.
Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum warga Rembang yang tergabung dalam Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Pulau Rempang dan Galang, Batam, Petrus Selestinus dalam konferensi pers di Kawasan Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2023).
"Pada prinsipnya warga tidak menolak pengembangan Rempang Eco City. Mereka mendukung program tersebut tetapi mereka menuntut agar pengembangan tersebut tanpa harus merelokasi warga dan juga meminta agar hak-haknya terpenuhi," kata Petrus.
Menurut Petrus, tuntutan warga ini sudah sesuai dengan amanat UUD NRI 1945 dan hukum tanah nasional (UU Agraria) yakni pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum harus mengedepankan prinsip penghormatan terhadap hak-hak masyarakat atas tanah.
Dimana di dalamnya, menurut Petrus, mengandung unsur keadilan, kemanusiaan, kepastian, kemanfaatan, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai hidup berbangsa dan bernegara.
"Jadi, itu penegasan dari UU Nomor 2 Tahun 2012 Jo PP No. 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum berikut penjelasannya yang menempatkan warga pemilik tanah, penggarap, penghuni berikut tanamannya sebagai pihak yang berhak mendapat ganti rugi yang adil dan layak dalam kesetaraan," tandas Petrus.
Karena itu, Petrus meminta Presiden Jokowi turun tangan memastikan PT Batam bersama PT Makmur Elok Graha (MEG) memenuhi tuntutan warga Pulau Rempang sehingga pengembangan Rempang Eco City tetap berjalan.
Dia juga mengingatkan agar menghentikan pendekatan kekuasaan dengan cara-cara paksa dan intimidasi terhadap warga agar mau direlokasi.
"Gunakan pendekatan hukum dan humanis karena pada dasarnya warga mendukung pengembangan Rempang Eco City dengan syarat mereka tidak direlokasi dan mereka mendapatkan ganti rugi yang layak dan adil," imbuh Petrus.
Secara historis demografis, warga Pulau Rempang terdiri dari warga asli suku Melayu dan para perantauan yang telah turun temurun puluhan tahun menghuni 16 Kampung, menggarap dan menguasai lahan Pulau Rempang.
Pulau yang luasnya 17. 000 Ha ini dihuni oleh 7.512 jiwa, terbagi dalam 2 (dua) Kelurahan, yaitu Kelurahan Rempang Cate dan Kelurahan Sembulang, di Wilayah Kecamatan Galang, Batam.
Mayoritas mereka mendukung pembangunan Eco-City, namun mereka menolak direlokasi ke Pulau Galang.
Menurutnya di Pulau Rempang masih terdapat warga suku asli dari suku Melayu, suku Orang Laut, suku Orang Darat bermukim di Pulau Rempang sejak tahun 1834, serta perantauan yang puluhan tahun bermukim di atas 16 Kampung Tua dengan lahan seluas 1.500 Ha, secara tetap dengan tradisi budaya dan hak-hak tradisionalnya.