Tak Mau Direlokasi, Warga Pulau Rempang Batam Minta Perlindungan Hukum ke Presiden Jokowi
Warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi agar tidak direlokasi
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
Senada dengan Petrus, Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Pulau Rempang dan Galang, Batam, Gerisman Ahmad mengatakan warga sangat mendukung pengembangan Rempang Eco City.
Namun, kata Gerisman, warga minta tidak relokasi dari kampungnya dan hak-haknya terpenuhi.
"Dari awal kami sudah menyatakan sikap bahwa kami tidak menolak investasi, kami siap menerima kedatangan PT MEG dalam hal membangun Pulau Rempang menjadi Rembang Eco City. Hanya kami minta kami tidak relokasi dan hak-hak kami terpenuhi secara adil," tutur Gerisman.
Warga Pulau Rempang juga terbuka berdialog dengan melibatkan pemerintah, pengembang, dan masyarakat.
Jika BP Batam atau pemerintah setempat tak mendengar tuntutan warga, kata Gerisman, maka warga meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi
"Bapak Jokowi yang memang menjadi kebanggaan kami, kami harap ada campur tangan beliau dalam mengantisipasi ini. Karena yang kami takutkan terjadi keributan dan kerusuhan di Rempang," tandas dia.
Baca juga: Pulang dari Malaysia dan Singapura, 278 PMI Positif Covid-19, Dirawat di RSKI Pulau Galang
Pada kesempatan itu, kuasa hukum Kerabat Masyarakat Adat Tempatan Pulau Rembang yang lain, Alfons Leomau, mengungkapkan 4 poin permintaan warga Rempang ke Presiden Jokowi dalam proses pengembangan Rempang Eco City tersebut.
Pertama, kata dia, warga meminta agar menghentikan segala kegiatan proses peralihan hak dan pembangunan apapun di atas Pulau Rempang, sebagai bagian dari prinsip penghormatan kepada hukum dan hak-hak atas tanah dalam setiap kegiatan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Kedua, segera membentuk tim mediator untuk memediasi penyelesaian secara musyawarah antara warga Pulau Rempang dengan Pemerintah, dalam hal ini BP Batam atau tim mediasi melalui Pengadilan Negeri Batam, jika proses hukum berupa gugatan ditempuh oleh masyarakat Pulau Rempang.
"Ketiga, hentikan proses kriminalisasi yang saat ini sedang berlangsung yang dilakukan oleh Polda Kepri, dengan menggunakan cara-cara yang bersifat mengintimidasi warga yang menuntut hak dengan tuduhan merusak Terumbu Karang dan lain-lain," tegas Alfons.
Terakhir, warga Pulau Rempang meminta agar dijadwalkan segera sebuah musyawarah yang dimediasi oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menko Polhukam atau Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, atau Gubernur Provinsi kepulauan Riau.
"Agar pembangunan proyek strategis nasional di Pulau Rempang tidak terhalang oleh ulah oknum BP Batam yang hanya mementingkan kepentingan bisnis dan mengabaikan hak-hak warga yang di dalamnya," pungkas Alfons.
Penjelasan Kepala BP Batam
Sebelumnya Kepala BP Batam Muhammad Rudi saat diwawancarai media pada kegiatan pemberian remisi Kamis 17 Agustus 2023 lalu mengatakan bahwa semua keputusan soal itu ada pada dirinya selaku kepala BP Batam dan sekaligus wali kota Batam.
"Saya adalah Kepala BP Batam dan Wali kota, berarti semua keputusan ada di saya, ada pernah saya sampaikan saya mau gusur sekarang?" katanya dikutip dari Tribun Batam.