5 Fakta Flare Prewedding Picu Kebakaran di Bromo: 50 Hektare Lahan Hangus, Manajer WO jadi Tersangka
Berikut fakta-fakta flare prewedding picu kebakaran di Bromo. Seorang Manajer WO ditetapkan sebagai tersangka.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Arif Fajar Nasucha
Kapolres Probolinggo AKBP Wisnu Wardana menjelakan pihaknya telah turun tangan mengusut kebakaran di wisata Bromo.
Pihaknya sebelumnya telah mengamankan 6 orang terkait kejadian ini.
Hasilnya, manajer dari WO berinisial AWEW ditetapkan sebagai tersangka.
Ia tercatat sebagai warga Tompokersan, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Usai dilaksanakan serangkaian pemeriksaan terhadap enam orang yang kita amankan, satu orang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup sehingga statusnya dinaikkan dari saksi menjadi tersangka." kata Wisnu menegaskan.
Kini, AWEW dijerat Pasal 50 ayat 3 huruf D jo Pasal 78 ayat 4 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b Jo Pasal 78 ayat 5 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker menjadi UU dan atau Pasal 188 KUHP.
Terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Kata Roy Suryo
Roy Suryo mengecam wedding organizer, fotografer, hingga calon pengantin yang menggelar foto prewedding menggunakan flare di Bukit Teletubbies Taman Nasional Bromo Tengger.
Sebab, penggunaan flare saat sesi foto prewedding membuat padang savana bukit Teletubbies terbakar.
"Saya sangat mengecam tindakan konyol (gegabah) yang dilakukan oleh WO, Fotografer, dan pasangan calon Pengantin yang telah mengakibatkan kebakaran di Bukit Teletubbies Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) kemarin," ucap Roy dalam keterangannya.
Ia juga tak habis pikir dengan ide WO, fotografer dan calon pengantin menggunakan flare saat sesi foto prewedding.
Zaman sekarang, menurut Roy, kalau hanya ingin efek asap dan api tak perlu menggunakan flare yang berbahaya apabila dinyalakan di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger.
"Kalau "hanya" ingin berfoto dgn Background asap dan api, sebenarnya mereka cukup Foto-foto atau Pose-pose saja di Lokasi. Selanjutnya diedit melalui Komputer, misalnya menggunakan program Adobe Photoshop," terang fotografer senior anggota HISFA dan mantan dosen fotografi di UGM & ISI Jogja ini.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Willem Jonata)(TribunJatim.com/Benni Indo)