Diduga Oknum Internal Terlibat, Korban Kasus Mafia Tanah di Blora Mengadu ke Kementerian ATR/BPN
Korban dugaan mafia tanah di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Sri Budiyono mengadu ke Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban dugaan mafia tanah di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Sri Budiyono mengadu ke Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau BPN Hadi Tjahjanto.
Dirinya mengadu lewat surat agar Hadi menindak tegas oknum pegawai BPN Kabupaten Blora yang diduga terlibat dalam penerbitan SHM miliknya.
"Saya minta pak Menteri ATR/Kepala BPN menindak anak buahnya di Blora yang diduga terlibat dalam penerbitan SHM milik saya," kata Budiyono usai mengadu di kantor Kementerian ATR/BPN, Senin (11/9/2023).
Budiyono menceritakan awal mula kasus yang membelitnya. Kasus tersebut berawal saat dirinya meminta tolong agar dicarikan pinjaman dana ke anggota DPRD Blora berinisial AA sekitar Rp150 juta dengan jaminan sertifikat hak milik tanah miliknya dengan luas 1.310 meter persegi yang berlokasi di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Setelah 3 bulan berlalu, tepatnya pada akhir Januari 2021, Sri mendapat kabar gembok kunci pagar rumah yang berdiri di atas tanah tersebut, dirusak dan diganti dengan gembok kunci yang baru.
Tak hanya itu, dia juga kaget karena mendapati sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sri Budiyono telah dibalik nama menjadi atas nama AA.
Atas kasus itu, ia pun melapor ke SPKT Polda Jawa Tengah pada tahun 2021 silam. Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/237/XII/2021/JATENG/SPKT tanggal 7 Desember.
"Proses penerbitan sertifikat tanah itu begitu cepat. Kurang dari satu Minggu. Saya menduga ada oknum pegawai BPN Blora yang terlibat. Makanya saya mengadu ke pak Menteri agar anaknya ditindak," urainya.
Dia menambahkan, kasus yang dilaporkannya di Polda Jateng itu kini sudah dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Oknum anggota DPRD Kabupaten Blora berinisial AA dan seorang notaris di Blora berinisial EE sudah jadi tersangka. Meski jadi tersangka, keduanya tak ditahan," ucap Budiyono.
Karena itulah, Sri kini menempuh jalan ke Kementerian ATR/BPN, berharap eks Panglima TNI itu memberantas mafia tanah yang selama ini telah meresahkan masyarakat.
"Saya minta pak Menteri agar monitor dan supervisi proses hukum ini," tandas Sri Budiyono.
Sebelumnya, dilansir TribunJateng, kasus tanah yang melibatkan seorang oknum anggota DPRD Kabupaten Blora bernisial AA sudah 1,5 tahun ini tak ada tindaklanjutnya alias mangkrak di Polda Jateng.
Hingga pelapor atau korban dalam perkara ini, Sri Budiyono menyurati Menkopolhukam Mahfud MD.
Dirinya juga mendatangi DPR RI dan mengadukan perkara ini langsung ke anggota Komisi II DPR RI.
Diketahui, AA telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus mafia tanah.
Namun, hingga 6 bulan sejak dia ditetapkan menjadi tersangka AA tak kunjung ditahan.
Sri Budiyono mengatakan, kasus itu berawal pada 2020.
Baca juga: Sekjen PKN Minta Polda Jateng Tuntaskan Kasus Mafia Tanah di Blora
Saat itu, itu Budi meminta pinjaman uang Rp 150 juta kepada tersangka AA dengan jaminan sertifikat hak milik tanah.
Dia berjanji uang itu akan mengembalikannya dalam waktu 3 bulan.
"Setelah 3 bulan lebih sedikit saya kembalikan uangnya ke tersangka."
"Ternyata sertifikat miliknya justru sudah dibalik nama."
"Padahal taksiran harga lahan dan bangunan seluas 1.310 meter itu sekira Rp 900 juta dan dari awal tidak ada perjanjian seperti itu," ucap Sri Budiyono kepada Tribunjateng.com, Rabu (31/5/2023).
Sri Budiyono lantas melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian pada Agustus 2021.
Dia melaporkan AA dan seorang notaris berinisial EE dalam perkara tindak pidana penipuan, penggelapan, dan akta autentik palsu.
"Sudah ditetapkan sebagai tersangka oknum anggota DPRD Kabupaten Blora berinisial AA dan oknum notaris berinisial EE."
Tapi hingga saat ini keduanya belum ditahan," ungkap Sri Budiyono.
Dirinya menduga, pihak kepolisian tidak transparan dalam kasus ini.
Sehingga kasusnya mangkrak selama 1,5 tahun.
"Jadi sudah 1,5 tahun ini mangkrak.
"Belum ada progresnya selain belum ditahan, berkasnya juga tidak segera di P21 kan," keluh Sri.
"Saya kemudian surati Pak Menkopolhukam, supaya saya lekas mendapat keadilan sebagai korban," tandas Sri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.