Korban Bullying di SMPN 2 Cilacap Alami Patah Tulang Rusuk
Tim dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengunjungi pelajar SMPN 2 Cilacap yang menjadi korban bullying.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengunjungi pelajar SMPN 2 Cilacap yang menjadi korban bullying.
Korban saat ini masih dalam perawatan di RS Margono, Purwokerto, Jawa Tengah.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar, mengungkapkan korban mengalami patah tulang pada bagian rusuk.
"Korban mengalami patah tulang di bagian rusuk dan korban juga sudah menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging) karena mengeluh sakit di area belakang telinga dan leher. Kita bersyukur hasil dari MRI tidak ditemukan fraktur tulang,” ungkap Nahar melalui keterangan tertulis, Jum’at (29/9/2023).
KemenPPPA, kata Nahar, memastikan kondisi anak terkini sehingga dapat diberikan pemenuhan hak anak sesuai dengan kebutuhan.
"Kami juga memastikan pendampingan psikologis yang sudah diupayakan. Hal ini penting untuk membantu menyembuhkan trauma korban," tutur Nahar.
Baca juga: FF Masih Dirawat usai Dianiaya Kakak Kelas, Pemkab Cilacap Lakukan Pendampingan Psikologi
Nahar menyesalkan kasus bullying masih marak terjadi, terutama di lingkungan pelajar.
Dirinya kembali mengingatkan peran pola asuh orang tua kepada anak-anaknya.
"Peran sekolah dan keluarga penting untuk memberikan pola asuh yang positif sehingga anak tidak melakukan kekerasan seperti bullying kepada temannya," ucap Nahar.
"Jika dimungkinkan perlu juga dilakukan aesemen terhadap keluarga pelaku karena orang tua pelaku bertanggung jawab juga atas pola pengasuhan yang mereka terapkan," tambah Nahar.
Terlapor, menurut Nahar, diduga telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak yang melanggar Pasal 76C dan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak 72 juta rupiah.
Apabila kejadian tersebut mengakibatkan luka berat yang dialami bagi anak korban, maka dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak seratus juta rupiah.
Sanksi pidana lain juga dapat dikenakan sesuai pasal 170 KUHP jika kekerasan mengakibatkan luka dan dapat diancam pidana penjara paling lama 7 tahun.