Warga Aceh Gelar Aksi Tolak Rohingya: Masyarakat Lokal Lebih Butuh Bantuan Pemerintah
Massa menyayangkan sikap pemerintah yang tidak tegas menolak kehadiran UNHCR, IOM, dan pengungsi Rohingya
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, ACEH- Pengungsi Rohingya tiba menggunakan kapal kayu di Bireuen dan Aceh Utara.
Menurut data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Jakarta, kedatangan pengungsi sudah ada 3 kapal.
Pertama pada tanggal 14 November 2023, sebanyak 194 orang tiba di Pidie.
Lalu pada 15 November 2023, sebanyak 147 orang juga tiba di Pidie.
Terakhir pada 16 November 2023, ratusan pengungsi Rohingya tiba di Bireuen dan ditolak oleh warga.
Akhirnya rombongan tersebut bertolak ke pesisir pantai kawasan Ulee Madon, Aceh Utara.
Kedatangan mereka terakhir menuai protes dan ditolak oleh warga karena dinilai merasa tidak nyaman dengan tingkah laku imigran Rohingya yang meresahkan.
Informasi yang dihimpun Serambinews.com, Rabu (29/11/2023), menyebutkan bahwa para pengungsi Rohingya yang berada di kapal-kapal tersebut berlayar dari kamp-kamp pengungsian di tenggara Bangladesh.
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum maupun kewajiban praktis untuk menampung para pengungsi. Indonesia tidak melakukan penandatanganan Konvensi Pengungsi tahun 1951.
Ironisnya, banyak negara yang menjadi pihak dalam konvensi tersebut telah menutup pintu mereka dan bahkan menerapkan kebijakan menolak pengungsi.
Sebenarnya, warga Aceh khususnya di Lhokseumawe dan Aceh Utara selalu memberikan peluang bagi pengungsi Rohingnya untuk mendarat.
Namun karena seiring waktu berjalan, tingkah laku mereka yang dinilai selalu meresahkan warga sehingga menolak kedatangan pelarian dari Myanmar tersebut.
Baca juga: ‘Rohingya negara mana?’ Dan tujuh hal mengenai Rohingya
Sebelum gelombang kedatangan terakhir, Indonesia telah menampung sekitar 1.000 orang Rohingya.
Meski sudah sering menampung warga Rohingya, warga mengalami berbagai perlakuan buruk dari warga Rohingya.