Kisah Kakek dan Anaknya Tinggal di Gubuk Bekas Pembuatan Nira, Kemenag Lumajang: Bersedia Direlokasi
Kisah pilu Jumadi (71) yang pasrah tinggal di sebuah gubuk bekas pemasakan air nira mencuri perhatian publik.
Penulis: Isti Prasetya
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Kisah pilu Jumadi (71) yang pasrah tinggal di sebuah gubuk bekas pemasakan air nira mencuri perhatian publik.
Jumadi yang merupakan warga Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur itu sudah 7 tahun menghuni gubuk yang berada di pekarangan kebun kelapa tersebut.
Tak sendirian, dia membawa putranya, Rehan (7) untuk tinggal bersamanya.
Potret Jumadi kemudian menjadi perhatian publik lantaran masih ada warga Lumajang yang tidak memiliki hunian yang layak.
Saat ditemui pada Senin (1/4/2024), Jumadi melakukan aktivitas di sekitar bangunan kayu berukuran 2x3 meter itu.
Jumadi hanya bisa berlindung dari sinar matahari dan hujan dari genteng yang tersusun rapih.
Gubuk itu bahkan tidak sepenuhnya tertutupi dinding bambu sehingga tidak dapat melindungi dari hembusan angin.
Saat hujan turun, Jumadi akan memasang kain terpal agar terhindar dari tampias.
Mirisnya, Jumadi juga tidak memiliki fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) di rumahnya.
Dia dan anaknya harus pergi ke sungai untuk memenuhi kebutuhan MCK.
"Untuk buang air tidak bisa di rumah, harus pergi ke sungai. Mandi, cuci piring juga di sungai," beber Jumadi.
Baca juga: Kisah Porter di Kapal KM Kelud, Harus Berpacu dengan Waktu hingga Nyaris Kehilangan Penumpang
Pindah ke gubuk usai bercerai
Dia kemudian bercerita, dirinya dulu memiliki istri bernama Sunarsih, warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Dari pernikahan keduanya itu, Jumadi dikaruniai anak, yakni Rehan yang kini tinggal bersama dirinya.
Tak lama setelah Rehan lahir, Jumadi dan istri memutuskan berpisah.
Kemudian Jumadi kembali ke Lumajang dengan Rehan putranya.
Diakuinya, sebelum nenikahi Sunarsih, Jumadi pernah menikah dan dikaruniai 3 orang anak.
Ketiga anaknya dari pernikahan pertama Jumadi, tinggal tak jauh dari dusun tempat tinggalnya kini.
Namun karena kesibukan mereka, Jumadi jarang dijenguk oleh ketiga anaknya.
"Jarang untuk menyambangi ke sini, mungkin juga sedang sibuk (kerja)," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Ibu di Sikka Melahirkan di Perjalanan, Kehujanan saat Jalan Kaki Sejauh 2 KM Menuju Puskesmas
Dapat bantuan
Jumadi tak bisa berbuat banyak untuk mencari nafkah lantaran usianya yang tidak lagi produktif.
Namun, ia bersyukur lantaran tetangganya kerap membantu untuk sekadar memberi makanan.
Jumadi merupakan keluarga penerima manfaat bantuan sosial dari pemerintah di lingkungan setempat.
Bantuan juga diterima Rehan untuk dapat gratis bersekolah dengan fasilitas antar jemput.
Dengan bantuan itu, Jumadi berharap Rehan tetap mengenyam pendidikan agar kelak mendapatkan kesuksesan.
"Rehan dapat sekolah gratis, setiap hari dijemput dan diantar pulang sama gurunya."
"Kalau sekarang yang penting bisa makan, kalau Rehan penginnya bisa sekolah terus biar sukses," harapnya.
Bakal direlokasi
Terpisah, Kemenag Lumajang telah melihat kondisi Jumadi dan siap memberikan bantuan untuk memperbaiki rumahnya,
Perhatian tersebut diungkapkan oleh penyelenggara Zawa Kemenag Lumajang, Hidayatullah.
"Kita dari Kemenag siap untuk membantu merehab rumah bapak Jumadi," ujarnya.
Tetapi, bantuan tersebut harus menunggu hasil koordinasi dengan pihak desa dan badan amil zakat.
Beruntung, niat baik itu disambut baik oleh Jumadi yang bersedia direlokasi ke tempat yang lebih layak.
"Tadi beliau mengutarakan bersedia jika direlokasi ke tempat yang lebih layak," pungkas Hidayatullah.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunMadura.com dengan judul Kisah Kakek Jumadi Asal Lumajang: 7 Tahun Huni Gubuk Reyot Bekas Produksi Nira Bersama Sang Putra
(Tribunnews.com/Isti Prasetya, TribunMadura.com/Erwin Wicaksono)