Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat atau Kupatan di Jember, Simbol Berakhirnya Safari Lebaran
Belasan warga Dusun Krajan Lor, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Jember juga melakukan tradisi Kupatan ini.
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Berbagai daerah di Indonesia punya tradisi saat Lebaran tiba.
Di Jember, Jawa Timur, ada tradisi Lebaran Ketupat atau biasa disebut Kupatan.
Lebaran ketupat ini digelar tujuh hari setelah hari Idul Fitri tiba atau 7 Syawal.
Belasan warga Dusun Krajan Lor, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Jember juga melakukan tradisi Kupatan ini.
Kegiatan tersebut mereka lakukan, sebagai simbol berakhirnya Safari Lebaran Idul Fitri 1445 Hijriyah.
Sehingga warga bisa kembali melakukan aktifitas seperti hari biasa.
Para warga datang di musala setempat sekira pukul 06.00 WIB.
Mereka membawa belasan batang Ketupat atau Kupat, Lepet dan juga Lontong matang, yang diwadahi lengser dan ember.
Lepet adalah makanan yang berasal beras ketan dimasukan di janur kuning dan kadang dibentuk lonjong atau persegi, kemudian direbus sedemikian rupa.
Selain Kupat dan Lepet, mereka juga membawa, Lontong dan juga sayur santan untuk dikumpulkan di tengah musala di RT 02 RW 03 Dusun Krajan Lor Desa Sumberejo ini.
Setelah seluruh kaum di musala tersebut berkumpul semua. Mereka pun duduk melingkar dengan posisi kaki bersila.
Kemudian warga pun memanjatkan doa yang dipandu oleh tokoh masyarakat setempat.
Usai membacakan doa bersama, warga pun mengumpulkan sayur santan yang telah mereka bawa, untuk dimasukan dalam ember besar untuk diaduk jadi satu.
Setelah seluruh kuah santan yang diaduk jadi satu merata. Lalu mereka kembali membagikan makanan tersebut kepada para peserta di musala tersebut.
Sementara kupat, lepet dan lontong yang telah dibawa sebelumnya. Tampak mereka membagikan tiga makanan tersebut secara acak, dengan dibagi satu per satu.
Sekira pukul 07.00 WIB, belasan warga itu membubarkan diri dan meninggalkan musala dengan membawa Kupat, Lepet, Lontong dan Sayur Santan yang telah mereka tukarkan.
Ahmad Munir, Tokoh Masyarakat Setempat mengatakan kegiatan ini sejak 2010. Kata dia, untuk mempererat tali silaturahmi dan kerukunan antar tetangga.
"Dengan berkirim doa di Musala milik almarhum pak Abdul Jalal.Dan ini merupakan kegiatan tahunan setiap 7 Syawal untuk meningkatkan silaturahmi antar tetangga," ujarnya.
Menurutnya, sebelum tahun 2010 awalnya warga membagikan ketupat, lepet, lontong dan sayur santan itu dari rumah ke rumah.
Namun seiring berjalannya waktu, kata dia, terdapat orang tua yang kesulitan melakukan itu dan kesehatan fisiknya tidak memungkinkan.
Akhirnya disiasati dengan menggelar kegiatan tasyakuran sederhana ini.
Menurutnya, sebelum tahun 2010 awalnya warga membagikan ketupat, lepet, lontong dan sayur santan itu dari rumah ke rumah.
Namun seiring berjalannya waktu, kata dia, terdapat orang tua yang kesulitan melakukan itu dan kesehatan fisiknya tidak memungkinkan.
Akhirnya disiasati dengan menggelar kegiatan tasyakuran sederhana ini.
"Ada orang yang sudah tua, itu mengeluh kalau mengantarkan ke rumah terlalu berat. Akhirnya 17 warga ini sepakat untuk mengumpulkan kupat, lepet dan lontongnya itu di musala agar pembagiannya lebih mudah. Gak perlu keliling ke rumah rumah," ucap Ahmad.
Ahmad menuturkan, saat uji coba penerapannya pada 2010 mendapatkan respons positif dari lingkungan sekitar. Akhirnya hal tersebut diteruskan setiap tahun, hingga sekarang.
"Jadi prosesnya pembagian (kupat, lepet dan lontong) biar lebih simple, gitu aja kegiatan ini," paparnya.
Disisi lain, kata dia, dengan berkumpulnya warga di musala saat Lebaran Ketupat tersebut, juga mampu meningkatkan kekompakan antar tetangga.
"Karena dari juga ada pembacaan doa terhadap ahli kubur keluarga warga disekitaran musala. Dan kami tadi juga bersalaman, bermaafan karena masih momentum bulan Syawal," tuturnya.
Mengingat, katanya, Kupat, Lepet, Lontong dan Santen itu sendiri terdapat makna filosofis yang sulit dijelaskan. Karena memiliki arti mendalam bagi umat Muslim di Pulau Jawa khususnya saat bulan Syawal.
"Kayak Kupat itu kan artinya ngaku lepat (mengaku bersalah: Red Bahasa Jawa). Lepet itu artinya eleke diempet (tindakan jahatnya ditahan), santen itu artinya sedoyo nyuwon ngapunten (semua meminta maaf) lontong artinya olone kosong (dosanya kosong). Kira kira seperti itu lah," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Menilik Tradisi Lebaran Ketupat alias Kupatan di Ambulu Jember, Gelar Tasyakuran Sederhana
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.