Bapak Kos Pemakan Kucing di Semarang Ngaku Pernah Periksa ke Dokter, tapi Tak Diberi Obat Diabetes
Nuryanto alias NY (62) pemakan daging kucing di Semarang, Jawa Tengah, mengaku pernah berobat diabetes ke dokter, tetapi tak diberi obat.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Aksi Nuryanto alias NY (62) yang mengonsumsi daging kucing di Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, viral di media sosial.
Pemilik kos-kosan di belakang Kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu mengaku telah mengonsumsi daging kucing sejak delapan tahun lalu.
Menurut NY, dia memakan daging kucing sejak terkena diabetes.
"Saya kena diabetes sejak umur 54 tahun, sejak mulai saat itu saya konsumsi daging kucing," jelas Nuryanto di Mapolrestabes Semarang, Kamis (8/8/2024), dilansir TribunJateng.com.
Hasrat NY untuk memakan daging kucing muncul setelah mendengar informasi dari kakak kandungnya.
Informasi itu bahwa daging kucing berkalori rendah sehingga cocok untuk pengidap diabetes sepertinya.
NY mengaku sudah jengah dengan sakit diabetesnya yang sudah parah dan tak kunjung sembuh.
Apalagi, dirinya telah berobat berulang kali ke dokter di wilayah Gunungpati, tetapi tak diberi obat.
"Saya sempat berobat ke dokter di Gunungpati. Namun, tidak diberi obat," tutur NY.
Selain itu, dirinya menyatakan tak mempunyai uang untuk membeli daging sapi atau ayam ketika ingin mengonsumsi daging.
Meski memiliki lima kamar kos, tetapi harga sewanya dipatok harga sangat murah untuk ukuran di Kota Semarang.
Baca juga: 5 Populer Regional: Bapak Kos Makan Kucing di Semarang - Sumpah Pocong Saka Tatal dan Iptu Rudiana
Adapun NY mematok harga Rp500 ribu per tiga bulan atau tiap kamar Rp167 ribu per bulan.
Alasannya mematok harga murah lantaran kawasan kosnya rawan banjir.
"Ya tidak ada uang karena usaha kos sangat murah," terangnya.
Dia membeberkan bahwa mudah menemukan kucing karena banyak di sekitar rumahnya.
"Masaknya tinggal direbus pakai penanak nasi. Satu ekor kucing bisa habis tiga hari. Soal rasa dagingnya enak," ucap NY.
Penjelasan Polisi
Saat melakukan penggerebekan, pihak kepolisian menyita beberapa barang bukti.
Di antaranya celurit untuk memukul kucing, pisau untuk memotong daging kucing, korek api untuk membakar bulu kucing, talenan sebagai alas memotong, botol kecap sebagai bumbu, dan sisa tulang kucing yang ditemukan di lokasi.
"Kami juga menyita penanak nasi yang digunakan untuk merebus daging kucing," papar Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polrestabes Semarang, AKP Johan Widodo.
Dia menjelaskan, NY mencari kucing di sekitar rumahnya saat orang-orang tidur supaya mudah dilumpuhkan dengan cara dipukul di kepala menggunakan gagang celurit.
Setelah kucing incarannya mati, bulunya dibakar terlebih dahulu sebelum dagingnya dipotong dan dimasak dengan cara direbus menggunakan penanak nasi.
"Tersangka memakan daging kucing karena percaya bahwa daging tersebut rendah kalori dan gula," ujarnya.
Polisi mengungkapkan keterbatasan finansial juga menjadi alasan NY memilih mengonsumsi daging kucing.
Selain itu, Johan mengatakan pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap psikis NY untuk mengetahui apakah dirinya mengalami gangguan jiwa atau tidak.
"Kami masih koordinasi dengan rumah sakit jiwa untuk observasi gangguan jiwa atau tidak," imbuhnya.
NY kini dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 91B ayat 1 UU Nomor 41 Tahun 2014 dan Pasal 302 KUHP.
Meski begitu, pemilik kos-kosan ini tidak ditahan karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
"Tersangka hanya diamankan 1x24 jam dan kemudian wajib lapor seminggu dua kali," ungkap AKP Johan.
Bahaya Konsumsi Daging Kucing
Kucing tak termasuk sebagai hewan ternak konsumsi. Oleh sebab itu, mengonsumsinya menjadi tindakan yang berpotensi menjadi vektor zoonosis di tengah masyarakat.
Dilansir laman Universitas Airlangga, Dosen Kesehatan Masyarakat Veteriner SIKIA, Prima Ayu Wibawati drh M Si, menyebut mengonsumsi daging kucing sangat tidak etis.
Apabila menilik UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diubah dengan UU 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, ternak memang hewan peliharaan, tetapi diperuntukkan untuk pangan manusia.
“Dari UU itu, daging kucing bukan produk hewan yang masuk kriteria dikonsumsi manusia. Jadi ini merupakan tindakan penyalahgunaan."
"Apapun alasan (konsumsi, red) hanyalah dalih untuk menghalalkan dan membenarkan pendapat pengkonsumsi tersebut,” kata Prima.
Ia menyatakan konsumsi bisa memberikan dampak langsung bagi manusia.
Terdapat kebijakan pemerintah terkait pemotongan hewan di Rumah Potong Hewan (RPH).
Ini mengenai perlindungan konsumen untuk memastikan konsumen memperoleh produk yang aman, sehat, dan utuh, serta halal (untuk hewan yang halal) sehingga bisa memastikan hewan tersebut memang layak potong.
Ia menyatakan kucing tak ada standarisasi pemotongan hingga pemakaiannya sehingga tak ada jaminan keamanan untuk dikonsumsi manusia.
“Sudah jelas jaminan keamanannya tidak ada. Mulai dari penangkapan, transportasi ternak hingga bagaimana cara penyembelihannya, kita gak tau. Mungkin saja kucing membawa bibit penyakit,” sebutnya.
Akibat tak mempunyai standarisasi jaminan keamanan pangan, potensi zoonosis terpampang nyata dari kegiatan konsumsi daging kucing.
Berbagai penyakit meat borne disease, seperti Tuberculosis, Brucellosis, Salmonellosis, Botulism, Staphylococcal Meat Intoxication, Taeniasis, Trichinosis hingga Clostridiosis berpotensi menginfeksi pengkonsumsi daging kucing. Bahkan infeksi rabies bisa menyerang.
“Dikhawatirkan, berbagai penyakit dari meat borne disease berpotensi menginfeksi orang yang makan."
"Selain itu kucing merupakan reservoir rabies, jadi apabila memang memiliki virus rabies. Maka juga potensi zoonosisnya juga sangat tinggi,” ucap Prima.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul: Inilah Tampang Nuryanto Bapak Kos Gunungpati Semarang yang Doyan Makan Kucing, Sudah 8 Tahun.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJateng.com/Iwan Arifianto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.