Upacara Baritan Kali Progo, Tradisi Kuno Petani Jawa di Yogyakarta
Tradisi baritan serupa upacara wiwitan, saat warga hendak memulai panen padi di sawah. Tradisi ini masih dipertahankan petani di Jawa.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Menurutnya yang sudah bertahun-tahun memperhatikan jejak-jejak Sejarah kebudayaan yang terlupakan, baritan tidak ada unsur pemujaan atau sinkretisme yang menyimpang.
Tradisi petani ini serupa dengan upacara wiwitan, saat warga hendak memulai panen padi di sawah. Tradisi wiwitan masih dipertahankan petani di sejumlah wilayah di DIY.
Sementara tentang buku Perahu Getek Kali Progo, Dwi Ony Raharjo menjelaskan, karya itu merupakan hasil penelitiannya secara langsung di sepanjang bantaran Kali Progo selama lebih kurang satu tahun terakhir.
Penulis menemukan jejak arkeologi, berupa jejak candi, arca-arca, ornament bangunan kuno, struktur dan lain-lain di sepanjang bantaran Progo.
“Jadi hal inilah yang menarik untuk didokumentasikna, karena sepanjang Kali Progo terdapat banyak peninggalan arkeologi, mulai dari Gamplong ke utara sampai Planden,” kata Dwi Ony.
Perahu Getek Kali Progo berceriita tentang bagian aktivitas keseharian masyarakat kuno di sepanjang Kali Progo.
Mobilitas orang di wilayah Jawa bagian tengah ini dulu cukup tergantungd penggunaan sarana tradisional.
Setiap desa sepanjang Kali Progo memiliki alat transportasi getek sebelum ada jembatan yang menghubungkan ke dua sisi Sungai besar berhulu di dataran tinggi Dieng ini.
Perahu getek ini gabungan antara penggunaan lesung dan rakit bambu. Dua lesung yang ditautkan atau ditali dengan rakit sehingga jadi jenis tranpsorasti tersendiri.
Secara teknologi pembuatannya sangat sederhana, memanfaatkan bahan alam. Perahu lesung dibuat menggunakan bahan kayu randu yang ringan.
Panjang umumnya 10 meter, lalu dirakit dengan gethek bambu apus yang talinya terbuat dari kulit bambu atau bahan alam lain.
“Ini menarik karena ilmu ini hanya dimiliki warga bantaran Progo. Ini layak jadi hak intelektual komunal,” lanjut Dwi Ony Raharjo.
Selain menjadi bagian upaya pemajuan hak intelektual komunal, penulisan kisah perahu getek Progo ini juga upaya mengingatkan kembali memori kesejarahan kiri kanan Kali Progo.
Upacara tradisi baritan ini diakhiri makan bersama atau kembul bujono apa yang telah disiapkan petani warga Desa Sejati Desa sebagai wujud syukur atas berkah alam.
Sebelumnya, dilakukan penyerahan buku secara simbolis oleh Dwi Ony Raharjo kepada tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka desa yang hadir.
“Ke depan buku ini akan dibagikan ke pedukuhan dan kelurahan sebagai bentuk dokumentasi dan literasi sejarah budaya Kali Progo kepada generasi muda,” kata Prawiroeejo alias Dwi Ony Raharjo.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)