Akui Adanya Perundungan, RSUP Kariadi Semarang Janji Bakal Berantas Bullying Sampai ke Akar
Pihak RSUP dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah mengakui bahwa ada praktik perundungan atau bullying yang terjadi pada Aulia Risma.
Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Misteri ada atau tidaknya perundungan yang dialami mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi, Universitas Diponegoro (Undip) dr Aulia Risma terjawab sudah.
Pihak RSUP dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah mengakui bahwa ada praktik perundungan atau bullying yang terjadi pada Aulia Risma.
Direktur Layanan Operasional RSUP dr Kariadi, Mahabara Yang Putra atau kerap disapa Abba mengatakan hal tersebut.
"Jadi, memang kami dari rumah sakit mengakui ada bullying," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya kini berjanji akan memberantas tindak perundungan hingga ke akar-akarnya.
"Dan sudah saatnya harus diberantas sampai akarnya," lanjut Abba, dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Abba juga mengakui bahwa ia juga dulu pernah mengalami perundungan.
"Misal fisik angkat-angkat, lalu verbal dikatain, bully cyber. Data disabotase, itu juga masuk bully."
"Dan no- verbal misal dikucilkan tidak diberi jatah karena introvert atau beda asal, itu harusnya ada kesempatan belajar bersama tapi dikucilkan," ungkap dia.
Ia juga menganggap terbongkarnya kasus ini bisa jadi momentum RSUP Kariadi untuk bisa lebih bertanggung jawab lagi kedepannya.
"Segala kekurangan yang terjadi masih belum bisa mencapai ekspektasi, kami turut bersimpati dan mohon maaf. Ke depan berharap jadi lebih baik," kata Abba.
Baca juga: 6 Poin Pernyataan Undip dan RS Kariadi Akui Ada Bullying dan Pemalakan di PPDS, Berujung Minta Maaf
Diwartakan sebelumnya, Abba kepada Tribunjateng.com mengatakan bahwa saat ini pelaku perundungan tengah dicari pihak kepolisian.
"Oknum itu melakukan perundungan dengan memanfaatkan posisinya."
"Lalu melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya," imbuh dr Abba.
Selain itu, pihak Undip juga mengakui adanya pungutan iuran yang menimpa Aulia Risma.
Menurut Yan Wisnu Prajoko, Dekan FK Undip, pungutan tersebut senilai Rp20-40 juta per bulan yang dibayarkan setiap mahasiswa.
Di setiap angkatan PPDS Anestesi Undip, ada sebanyak 7-15 mahasiswa.
Mengutip TribunJateng.com, para mahasiswa tersebut dipungut uang puluhan juta pada semester pertama atau enam bulan pertama.
Yan mengklaim, setelah itu, tak ada lagi pungutan kepada mahasiswa.
Ia menuturkan, iuran tersebut dikumpulkan untuk kebutuhan operasional mahasiswa PPDS Anestesi.
Seperti untuk menyanyi, sepakbola, atau bulutangkis.
"Uang digunakan untuk nyanyi, main sepakbola, bulutangkis, sewa mobil, sewa kos dan makan."
"Kebutuhan paling besar untuk biaya makan sampai dua pertiganya," kata Yan dalam konferensi pers di Undip Semarang, Jumat (13/9/2024).
Yan menuturkan, sudah mengeluarkan surat edaran untuk membatasi penarikan iuran dengan maksimal Rp300 ribu per bulan setiap mahasiswanya.
"Saya sudah berbicara dengan mereka (pelaku) yang meyakini secara rasional kenapa harus iuran."
Baca juga: Undip dan RSUP Kariadi Akui Ada Perundungan kepada Dokter Aulia, Polisi: Permudah Pembuktian Kasus
"Namun, apapun alasan pembenaran mereka, publik akan menilai pungutan itu tidak tepat," ungkapnya.
Polisi Temukan Invoice
Mengutip TribunJateng.com, Senin (16/9/2024), diketahui penyelidikan kasus ini dilakukan setelah pihak keluarga Aulia Risma membuat laporan ke Polda Jateng.
"Pernyataan Undip dan RSUP Kariadi (mengakui adanya perundungan) bisa menjadi petunjuk penyidik untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam sekaligus mempermudah proses pembuktian kasus tersebut," jelasnya.
Hingga saat ini, pihak Polda Jateng telah memeriksa sebanyak 29 saksi.
Saksi-saksi tersebut yakni keluarga korban, staf Kemenkes, Kemendikbudristek, teman seangkatan korban, pihak yang berkomunikasi dengan korban, dan bendahara angkatan PPDS.
"Sementara dari yang seangkatan dulu. Nanti para seniornya menyusul," terangnya.
Kombes Artanto mengatakan, pihak keluarga sebelumnya telah menyerahkan sejumlah bukti dalam kasus ini.
Salah satu bukti yakni adanya invoice pemesanan.
"Saat ini data-data yang diberikan oleh ibunda almarhumah seperti dokumen perkuliahan alm, screenshot percakapan di WA, invoice pemesanan, dan lain-lain kita lakukan klarifikasi, sinkronisasi data kemudian keterangan dari saksi maupun fakta dilapangan," kata Artanto.
Meski ada invoice, pihaknya enggan menyebut berapa nominalnya.
"Ada nominalnya, tapi tidak saya sampaikan. (Apakah sampai ratusan?) ya adalah, nanti penyidik yang akan menyampaikan," lanjut Artanto.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Pengakuan Undip Soal Adanya Bully di PPDS Bantu Penyelidikan Polisi: Permudah Proses Pembuktian
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)(Kompas.com, Titis Anis Fauziyah)