Nyoman Sukena Bebas, Kuasa Hukum: Kasus Landak Jawa Jadi Pelajaran Penegak Hukum, Jangan Baper
Kuasa hukum sebut kasus landak jawa Nyoman Sukena yang divonis bebas jadi pelajaran bagi penegak hukum agar gunakan hati nurani.
Editor: Theresia Felisiani
"Kayaknya pelajaran untuk penegak hukum. Bila dilihat dari pertimbangan hakim, lebih banyak pelajaran untuk penegak hukum biar punya hati nurani dan bisa membedakan kasus mana yang masuk pengadilan. Semua menerima, bebas. Ini berkat semua. Jangan sampai ada yang baper lagi," katanya.
Dalam vonis bebas Nyoman Sukena atas dakwaan melanggar undang-undang satwa dilindungi, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang diketuai Ida Bagus Bamadewa Patiputra menyampaikan sejumlah pertimbangan menurut fakta hukum.
Dalam amar putusannya Hakim Ketua didampingi Hakim Anggota Gede Putra Astawa dan Anak Agung Made Aripathi Nawaksara.
Hakim Ketua mengatakan, terdakwa tidak mengetahui bahwa memelihara landak dalam hal ini Landak Jawa (Hystrix Javanica) memerlukan izin karena tidak pernah ada sosialisasi di desanya. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan.
"Ketidaktahuan terdakwa bahwa binatang landak dilindungi, juga karena di Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Badung, belum pernah ada sosialisasi," tutur Bamadewa.
Pertimbangan itu dikuatkan dengan pernyataan saksi ahli dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Bali, Suhendarto yang tidak mengetahui bahwa di Desa Bongkasa Pertiwi, ada landak yang banyak.
Baca juga: Kisah Kakek Piyono dan Nyoman Sukena Dipenjara Karena Pelihara Ikan Aligator Gar dan Landak Jawa
Lanjut Hakim Ketua, binatang yang tergolong sebagai mamalia itu telah menjadi hama, karena memakan bibit kelapa yang ditanam masyarakat.
Maka menimbang pendapat ahli, perbuatan Sukena memelihara landak karena ketidaktahuannya, hanyalah pelanggaran administrasi saja. Cukup diberikan peringatan dan diminta mengurus izin.
Kalaupun tidak bisa, cukup landak itu diserahkan kepada BKSDA untuk dilepasliarkan
Hakim menilai perbuatan terdakwa tidak ada unsur kesengajaan untuk menangkap, memelihara, hingga memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup. Apalagi, upaya untuk mengeksploitasi landak tersebut untuk keuntungan diri sendiri juga tidak ada.
"Unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi dan terdakwa tidak dapat disalahkan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya," bebernya.
Majelis hakim mengatakan, kepada semua aparat penegak hukum yang mempunyai kapasitas dan kewenangan agar kedepannya lebih berhati-hati dan lebih mengedepankan pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan suatu masalah.
"Sehingga, kepastian hukum dan kemanfaatan yang menjadi pilar penegakan hukum bisa dirasakan oleh masyarakat," jelasnya.
Atas fakta-fakta hukum dan segala pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim PN Denpasar memutuskan, Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan tunggal JPU,