Aksi Solidaritas PGRI, Panjat Pagar di Sidang Perdana Guru Supriyani di PN Andoolo Konawe Selatan
PGRI memanjat pagar demi dukung Supriyani dalam sidang penganiayaan murid.
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM, Sulawesi Tenggara - Suasana di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo pada Kamis, 24 Oktober 2024, dipenuhi ketegangan dan emosi ketika sidang perdana guru honorer, Supriyani, yang diduga menganiaya muridnya, digelar.
Sidang ini menarik perhatian luas, tidak hanya dari pihak keluarga, tetapi juga dari anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang datang dari berbagai daerah.
Ribuan mata menyaksikan momen tak terduga ketika anggota PGRI Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) berusaha memasuki gedung pengadilan dengan memanjat pagar.
Aksi ini dipicu oleh ketidakmampuan mereka untuk menembus kerumunan yang menghalangi akses masuk ke ruang sidang.
Dengan semangat solidaritas yang tinggi, mereka tak ragu untuk menerobos pengamanan yang ketat.
"Melihat guru kami yang teraniaya, kami tidak bisa hanya diam. Kami harus memperjuangkan keadilan," ungkap salah seorang anggota PGRI yang ikut panjat pagar.
Suara Hati yang Menggema
Teriakan dukungan bergema di halaman pengadilan, diiringi oleh seruan agar Supriyani dibebaskan.
“Bebaskan Supriyani!” adalah frasa yang diulang-ulang, mencerminkan rasa empati dan kepedulian mereka terhadap rekan sejawat yang sedang menghadapi situasi sulit ini.
Meskipun situasi semakin memanas dan aparat keamanan berupaya menenangkan massa, mereka tetap berusaha menjaga ketertiban.
"Kami tidak ingin terjadi kekerasan, kami hanya ingin keadilan," kata seorang perwakilan PGRI lainnya.
Ketegangan yang Berujung Damai
Berkat usaha aparat keamanan dan sikap damai para pengunjuk rasa, kerumunan tidak berkembang menjadi bentrokan fisik.
Pendukung Supriyani berhasil menyalurkan suara hati mereka tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
Peristiwa ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan di antara para guru dan pengaruhnya dalam komunitas pendidikan.
Dukungan moral dari PGRI menjadi simbol bahwa mereka akan selalu berdiri bersama rekan-rekan mereka dalam menghadapi tantangan di dunia pendidikan.
Kronologi Kejadian
Aipda Wibowo Hasyim, Kanit Intel Polsek Baito Polres Konawe Selatan, menjadi sorotan publik setelah melaporkan Supriyani, seorang guru SD honorer, atas dugaan penganiayaan terhadap anaknya.
Supriyani, yang mengajar di SDN 4 Baito, dituduh menganiaya siswa kelas 1 SD, meskipun ia membantah tuduhan tersebut.
Dugaan penganiayaan terjadi pada 24 Oktober 2024, ketika anak Aipda Wibowo mengaku telah dipukul oleh Supriyani.
Menurut laporan, anak tersebut mengalami luka gores di paha.
Ibu korban, N, menanyakan luka tersebut dan anaknya mengaku dipukul oleh gurunya.
Laporan tersebut kemudian dibawa ke Polsek Baito pada 26 Oktober 2024.
Supriyani ditetapkan sebagai tersangka dan sempat mendekam di Lapas Perempuan Kelas III Kendari sejak 16 Oktober 2024.
Namun, Pengadilan Negeri Andoolo mengabulkan permohonan penangguhan penahanan pada 22 Oktober 2024, dengan penjamin Kepala Dinas Pendidikan Konawe Selatan, Erawan Suplan Yuda, dan suami Supriyani, Katiran.
Mediasi yang Gagal
Sebelum kasus ini berlanjut ke jalur hukum, sempat dilakukan mediasi antara Aipda Wibowo dan Supriyani.
Namun, muncul permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari Aipda Wibowo, yang membuat Supriyani keberatan.
Aipda Wibowo membantah tuduhan tersebut, sementara kuasa hukum Supriyani, Sudirman, mengonfirmasi adanya permintaan uang damai.
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, mengungkapkan bahwa kasus ini telah berulang kali dimediasi, namun Supriyani tetap tidak mengakui tuduhan penganiayaan.
Menurutnya, pihak kepolisian telah memanggil tujuh saksi untuk memberikan keterangan dalam kasus ini.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul PGRI Panjat Pagar Paksa Masuk PN Andoolo Konawe Selatan di Sidang Pertama Kasus Guru Aniaya Murid SD.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).