Pengacara Guru Supriyani Ragukan Hasil Visum Korban, Bongkar Keanehan: Surat Diduga Dikompromikan
Pengacara guru honorer Supriyani, Andri Darmawan, meragukan hasil visum luka pada anak polisi yang diduga dianiaya kliennya.
Penulis: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Pengacara guru honorer Supriyani, Andri Darmawan, meragukan hasil visum luka pada anak polisi yang diduga dianiaya kliennya.
Keraguan itu diungkapkan Andri berdasarkan hasil sidang keempat kasus Supriyani di Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, hari Rabu (30/11/2024).
Dalam sidang itu ada lima saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka adalah kedua orang tua korban, wali kelas korban, kepala sekolah, dan seorang guru.
JPU membacakan surat hasil visum sebagai bukti luka korban karena tindakan guru honorer itu. Surat tersebut ditandatangani dokter.
"Kita bisa lihat dari hasil visum menyimpulkan bahwa luka itu akibat kekerasan benda tumpul," kata Andri, Jumat, (1/11/2024), dikutip dari Tribun Sultra.
Kata Andri, pihaknya mempertanyakan apakah hasil visum itu benar-benar dikeluarkan oleh dokter.
Hal itu karena berdasarkan fakta persidangan hari Rabu kemarin, surat pengantar visum untuk penyidik ternyata dibawa sendiri oleh orang tua korban, yakni Aipda WH dan NF.
"Waktu visum tidak ada penyidik yang mengantar malahan dibawa sendiri orang tua korban," katanya.
Dia meyakini pada proses ini penyidik Polsek Baito melakukan kesalahan prosedur dalam penyidikan kasus Supriyani.
Dia mengatakan ranah surat pengantar visum masih menjadi wilayah penyidik, bukan orang tua korban.
"Walapun dia (Aipda WH) masih anggota polisi tapi kan itu bukan tupoksi dia, karena itu kewenangan penyidik," kata kuasa hukum Supriyani.
Baca juga: Kasus Uang Damai Supriyani, Kades Ungkap Kebohongannya, Bongkar Dugaan Keterlibatan Kapolsek Baito
Menurut Andri, lantaran surat pengantar visum dibawa sendiri orang tua korban, dia menduga surat visum itu sudah dikompromikan dengan pihak dokter.
"Siapa yang bisa menjamin kalau surat visum itu hasil kompromi orang tua korban dengan dokter. Makanya kami meminta dihadirkan dokter yang buat surat visum, tapi nyatanya tidak dihadirkan di persidangan kemarin," katanya.
Andri turut meragukan kompetensi dokter yang membuat surat visum korban.