Nasib Iptu Idris setelah Dicopot dari Jabatan Kapolsek Baito, Susno Duadji Minta Dia Diproses Pidana
Kapolsek Baito, Iptu Muhammad Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito, Aipda Amiruddin dicopot dari jabatannya. Diduga minta uang damai ke guru Supriyani
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Proses penyelidikan kasus guru Supriyani diduga melanggar prosedur sehingga Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin dicopot dari jatabanya.
Kedua polisi tersebut ditarik ke Polres Konawe Selatan untuk memudahkan pemeriksaan.
Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol. Iis Kristian menyatakan ada indikasi permintaan uang damai kepada guru Supriyani sebesar Rp2 juta agar tak ditahan.
"Jadi dua personel ini Kapolsek dan Kanit Reskrimnya ditarik ke polres untuk mempermudah pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik," ungkapnya, Rabu (13/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Pencopotan keduanya berdasarkan surat perintah Kapolres Konawe Selatan yang keluar pada Sabtu (9/11/2024).
Jabatan Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Polsek Baito akan diemban pejabat sementara yang ditunjuk Kapolres Konawe Selatan.
"Ini juga untuk menjamin pelayanan di Polsek Baito tetap berjalan, selama dua personel tadi diperiksa," lanjutnya.
Ia menembahkan Propam Polda Sultra masih mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran etik yang dilakukan Iptu Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin.
Propam akan melakukan gelar perkara sebelum sidang etik.
"Semua keterangan saksi, korban, sama beberapa anggota yang diintrogasi nanti dirampungkan. Kemudian ditentukan kapan sidang etiknya," tandasnya.
Mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Purn.) Pol. Susno Duadji, berharap Iptu Muhammad Idris diproses pidana lantaran menerima uang damai Rp2 juta dari nominal Rp50 juta yang diminta.
Baca juga: Kasus Guru Supriyani: PGRI Sultra Harap Hakim Vonis Bebas Tanpa Syarat
"Tidak cukup dengan sanksi etika dicopot dari jabatan. Tapi, pidana telah terjadi. Apakah dia sudah menerima suap? Kalau dia menerima suap, itu tindak pidana korupsi," katanya, Senin (11/11/2024), dikutip dari YouTube Nusantara TV.
Menurutnya, proses pidana akan memberikan pelajaran kepada polisi yang menyalahgunakan wewenangnya saat penyelidikan.
"Karena itu korupsi, tidak cukup dicopot dari jabatan, harus diproses pidana."
"Sangat baik untuk memberi pelajaran kepada anggota Polri supaya tidak sembarangan melakukan perbuatan yang nyeleneh-nyeleneh," sambungnya.
Peran Iptu Idris dalam Kasus Supriyani
Diketahui, Iptu Muhammad Idris baru 7 bulan menjabat sebagai Kapolsek Baito.
Ia melakukan serah terima jabatan (sertijab) pada Kamis (4/4/2024).
Kasus guru Supriyani termasuk kasus yang ditangani di awal Iptu Muhammad Idris menjabat karena terjadi pada Rabu, 24 April 2024 lalu.
Aipda WH sebagai pelapor mendatangi Iptu Muhammad Idris untuk melaporkan kasus pemukulan yang dialami anaknya pada Minggu, 28 April 2024.
Baca juga: Kasus Guru Supriyani, PGRI Sulawesi Tenggara Berharap Hakim Jatuhkan Vonis Bebas Tanpa Syarat
Iptu Muhammad Idris kemudian meminta Supriyani mendatangi Mapolsek Baito untuk memberikan klarifikasi.
Upaya mediasi dilakukan berulang kali namun tidak menemukan titik temu sehingga Supriyani ditetapkan sebagai tersangka.
Kabid Propam Polda Sultra Kombes Pol. Moch Sholeh menyatakan Kapolsek Baito Iptu Muh Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin terindikasi melakukan pelanggaran etik kepolisian.
"Jadi saat ini dua oknum anggota tersebut sementara kami mintai keterangan terkait kode etik."
"Untuk sementara kami mintai pendalaman keterangan untuk dua personel ini," bebernya, Selasa (5/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Propam Polda Sultra mendapat bukti adanya permintaan uang Rp2 juta kepada Supriyani.
Bukti permintaan uang damai Rp50 juta masih diselidiki.
"Kita sudah kroscek soal permintaan uang Rp50 juta tapi belum terlihat, indikasinya ada. Maka kami perlu penguatan dari kepala desa dan saksi lainnya," katanya.
Baca juga: Ungkit Somasi Bupati Konsel ke Supriyani, Susno Duadji Bandingkan dengan Camat: Tahu Aturan Nggak?
Kades Dipaksa Buat Kesaksian Palsu
Kades Wonua Raya, Rokiman, diperiksa Propam Polda Sultra perihal uang damai Rp50 juta dalam kasus penganiayaan siswa anak Aipda WH.
Guru Supriyani yang berstatus terlapor enggan membayar uang damai sehingga proses mediasi gagal.
Guru honorer berusia 36 tahun telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Andoolo, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Rokiman mengaku membuat dua video yang menjelaskan asal usul uang damai Rp50 juta.
Pada video pertama, Rokiman menyatakan permintaan uang damai keluar dari mulut Kanit Reskrim Polsek Baito.
Namun dalam video kedua, Rokiman membuat kesaksian dirinya selaku kepala desa meminta Supriyani membayar uang damai Rp50 juta.
Dari dua video yang dibuat, video pertama yang sesuai kenyataan, sedangkan video kedua dibuat atas arahan Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris.
Baca juga: Eks Wakil Ketua LPSK Sebut Jaksa Cuci Dosa soal Tuntutan Bebas Supriyani, Ini Alasannya
"Video pakai jaket, saya diarahkan dimana saya tersudut. Yang mengarahkan Kapolsek Baito," ungkapnya.
Dirinya didatangi Kapolsek Baito usai membuat video pertama dan diminta membantu menyelesaikan kasus ini dengan membuat kesaksian palsu.
"Tetiba datang Kapolsek Baito dan mengatakan 'nah ini pak desa yang selama ini saya cari,susah sekali. Coba dibantu dulu saya'," ucapnya menirukan perkataan Kapolsek Baito.
Meski pernyataannya membuat terancam, Rokiman mengaku lega dapat membeberkan fakta sebenarnya.
"Saya merasa lega usai memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya," tuturnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Polda Sultra: Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Dicopot, Mudahkan Pemeriksaan Etik di Kasus Supriyani
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunnewsSultra.com/Desi Triana/La Ode Ahlun)