Kota Solo, Kuliner, dan Digitalisasi Transaksi Pembayaran
Kota Solo yang terkenal akan destinasi wisata kuliner telah beradaptasi dengan digitalisasi transaksi pembayaran melalui QRIS.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Suci BangunDS
Alasan Laksmi membuka usahanya 24 jam karena nasi liwet menjadi incaran orang-orang luar kota yang menginap di Solo.
"Jadi kapan pun mereka pengin nasi liwet selalu ada," ujarnya.
Laksmi termasuk pelaku UMKM yang telah memanfaatkan perkembangan teknologi dengan baik.
Nasi liwetnya sudah bisa dipesan melalui berbagai aplikasi online.
Selain itu, transaksi pembayaran bisa dilakukan menggunakan QRIS.
“QRIS ini difasilitasi BRI saat renovasi shelter Manahan, banyak yang pakai,” ungkapnya.
Pedagang Pasar Tak Mau Kalah
Salah besar jika mengira transaksi pembayaran nontunai melalui QRIS di Kota Solo tidak menyentuh pasar tradisional.
Nyatanya, QRIS sudah akrab bagi pedagang di Solo, seperti yang terlihat di Pasar Gede.
Menjadi salah satu ikon Kota Solo, Pasar Gede yang berdiri sejak 1930 telah beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi pembayaran.
Salah satu kuliner legendaris di Pasar Gede adalah es dawet telasih Bu Dermi yang sudah ada sejak 1930-an.
Usaha es dawet Bu Dermi saat ini dikelola Ruth Tulus Subekti, generasi ketiga atau cucu sang perintis.
"Pokoknya ada sejak berdirinya Pasar Gede, zaman Belanda," ungkapnya saat dijumpai di Pasar Gede.
Semangkuk es dawet Bu Dermi berisikan cendol, selasih, ketan hitam, dan jenang sumsum.
Untuk membeli es dawet ini, pelanggan tidak perlu merogoh kocek, karena bisa dibayar menggunakan QRIS.