Dari Perca Menjadi Asa, Perjalanan Lintang Kejora Antar Kain Jumputan Solo ke Panggung Dunia
Produk-produk Lintang Kejora kini telah menjangkau berbagai daerah di Indonesia, seperti Bali dan Kalimantan Selatan bahkan hingga dunia
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Di sebuah gang sempit di Kampung Baru, Solo, aroma khas kain yang baru dicelup memenuhi udara.
Dari teras sebuah rumah sederhana, deretan tas, dompet, dan perlengkapan rumah tangga dengan motif jumputan khas Solo tertata rapi, seperti menyapa para tamu. Beberapa ibu terlihat sibuk mengemas barang-barang yang siap dikirim.
Tak jauh dari sana, Rina Sulistyaningsih (49) duduk di depan mesin jahitnya, menyelesaikan jahitan sebuah tas dengan hati-hati.
Ini bukan sekadar galeri kecil. Tempat ini adalah saksi bisu perjuangan seorang perempuan yang mengubah sisa-sisa kain perca menjadi peluang bisnis yang kini menjangkau hingga mancanegara berkat kegigihan dan peran pemberdayaan UMKM oleh Rumah BUMN BRI.
Rina tak pernah menyangka hobinya mengumpulkan kain perca dari para penjahit akan membawanya sejauh ini.
Semua bermula pada 2015. Kala itu, ia hanya iseng membuat dompet kecil untuk digunakan sendiri.
Namun, keindahan motif jumputan yang unik menarik perhatian teman-temannya. Dari satu pesanan ke pesanan lainnya, akhirnya Rina memutuskan untuk serius menjalankan bisnis ini.
“Awalnya hanya iseng, saya bahkan tidak pernah berpikir bisa sebesar ini. Tapi ketika melihat banyak yang suka, saya sadar, kain jumputan ini punya potensi luar biasa,” kenang Rina, ditemui pada Rabu (27/11/2024).
Dompet kecil dari kain perca menjadi produk pertama Lintang Kejora. Seiring waktu, ia mulai memperluas variasi produknya, seperti sling bag, ransel, hingga perlengkapan dapur seperti apron.
Tak hanya itu, kain jumputan pun dipadukan dengan bahan lain, seperti kain goni, untuk menciptakan desain yang lebih modern.
Tantangan terbesar datang pada 2020 saat pandemi Covid-19 melanda.
Rina mengaku sempat kebingungan ketika pembatasan sosial menghentikan semua aktivitas offline, termasuk pameran dan pasar UMKM yang selama ini menjadi sumber pemasukan utamanya.
Namun, alih-alih menyerah, Rina memilih untuk beradaptasi. Ia mulai belajar memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran.
“Awalnya saya takut karena benar-benar tidak paham teknologi. Tapi pandemi memaksa saya untuk belajar. Saya mulai dengan Instagram, lalu ke marketplace, dan ternyata itu membantu banget,” ungkapnya.
Perjalanan adaptasi ini tak lepas dari peran Rumah BUMN Solo, sebuah inisiatif yang didirikan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk membina UMKM.
Di sana, Rina mengikuti berbagai pelatihan tentang digital marketing, manajemen keuangan, hingga cara membuat katalog produk yang menarik.
Hasilnya, bukan hanya bisnisnya yang bertahan, tetapi juga berkembang pesat. Bahkan, Lintang Kejora meraih penghargaan dalam kompetisi BRILianpreneur dan Startup4Industry pada 2021.
Produk-produk Lintang Kejora kini telah menjangkau berbagai daerah di Indonesia, seperti Bali dan Kalimantan Selatan.
Lebih membanggakan lagi, produk ini juga berhasil menembus pasar internasional, khususnya di Singapura.
Berawal dari tas dan dompet berbahan kain jumputan, kini produk seperti celemek dan perlengkapan dapur lainnya menjadi favorit pelanggan luar negeri.
Rina mengaku, keberhasilan ini berkat pemasaran digital yang ia pelajari dari Rumah BUMN.
“Saya belajar bagaimana cara membuat produk yang sesuai dengan standar internasional. Mulai dari desain, pengemasan, hingga pengiriman. Semua itu saya pelajari dari pelatihan,” katanya.
Dalam mengelola bisnisnya, Rina juga mengandalkan teknologi perbankan digital.
Ia menggunakan aplikasi BRImo dari BRI untuk semua kebutuhan transaksi, mulai dari transfer hingga pembayaran melalui QRIS.
“BRImo sangat membantu saya, terutama saat ikut pameran. Semua transaksi bisa selesai hanya dengan satu aplikasi. Ini benar-benar memudahkan,” katanya.
Perjalanan Lintang Kejora adalah bukti bahwa ketekunan dan kemauan untuk terus belajar bisa mengubah sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa.
Dari rumah kecil di Kampung Baru, Rina Sulistyaningsih membawa kain jumputan khas Solo ke panggung dunia.
Kisah ini tak hanya menginspirasi banyak pelaku UMKM lain, tetapi juga menjadi bukti bahwa produk lokal memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar global.
Di bawah bayang-bayang pandemi, Rina membuktikan bahwa tantangan terbesar pun bisa diubah menjadi peluang jika seseorang mau beradaptasi dan terus berinovasi.
Rumah BUMN: Pabrik Ilmu bagi UMKM
Rumah BUMN Solo, yang dikelola oleh BRI, menjadi tempat belajar bagi lebih dari 74.000 pelaku UMKM di Solo.
Setiap bulan, pelatihan gratis diadakan untuk membantu UMKM memahami teknologi digital dan memperluas pasar mereka.
Koordinator Rumah BUMN Solo, Wachid Sedyo Prakoso, mengatakan bahwa sebagian besar UMKM binaan mereka kini sudah go digital.
“Awalnya banyak yang hanya menggunakan Instagram dan Facebook. Tapi sekarang mereka mulai masuk ke marketplace, bahkan ada yang sudah go ekspor,” jelas Wachid.
Menurut Wachid, produk unggulan Solo, seperti kerajinan dari kain jumputan, makanan khas Solo, hingga produk daur ulang, menjadi fokus pengembangan karena mampu menarik pasar lokal dan global.
Ia mengatakan hampir semua pelaku UMKM anggota Rumah BUMN Solo mulai go digital.
"Hampir semua melek teknologi, awal-awal itu pemanfaatan Instagram dan Facebook, kini didorong ke market place, ke depannya juga pelatihan go ekspor," ujar Wachid.
Adapun untuk UMKM di Solo, Wachid menyebut ada tiga kategori produk unggulan, yaitu kerajinan atau kraft, fesyen, dan kuliner.
Ketiganya banyak yang mengangkat kelokalan Solo.
Seperti produk kerajinan dari daur ulang hingga kain perca batik yang dijadikan produk seperti tas, hingga dompet.
Untuk kuliner, Wachid mencontohkan ada Sosis Solo, Leker Solo, hingga Pukis Solo yang dikemas secara menarik.
Rumah BUMN Solo, lanjut Wachid, memberikan sejumlah fasilitas yang dapat dinikmati pelaku UMKM.
Pelaku UMKM akan dibantu mulai dari ide, pemasaran, pengemasan, perizinan, hingga pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Rumah BUMN Solo juga menyediakan display produk UMKM dan melibatkan pelaku UMKM di sejumlah acara," ungkapnya.
"Kurang lebih ada sekitar 50 produk UMKM, terutama fesyen dan kraft yang kami display. Bila ada pengunjung yang ingin membeli akan kami sampaikan ke pelaku," ungkapnya.
Untuk diketahui, Rumah BUMN Solo juga terbuka untuk umum.
Terdapat area yang bisa dinikmati untuk pertemuan, workshop, hingga mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas bisa melakukannya di Rumah BUMN Solo.
(*)