Kisah Pasukan Elite Indonesia Merebut Irian: Bergantung di Pohon Hingga Rebus Sepatu karena Lapar
Belanda tidak menduga Indonesia mampu melakukan infiltrasi melalui udara. Menurut mereka, rimba Irian Barat yang begitu rapat tidak mungkin dimasuki
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Sesuai surat yang ditandatangani Panglima Mandala pada 11 April 1962, telah dikeluarkan Perintah Operasi penerjunan PGT (Pasukan Gerak Tjepat) dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat).
Kedua pasukan digabung di bawah satu komando untuk penerjunan pada 26 April di sebuah dropping zone di wilayah Fak-Fak dan Kaimana.
Penerjunan ini merupakan infiltrasi udara pertama yang akan dilakukan tentara Indonesia di wilayah Irian Barat dalam rangka Operasi Trikora untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda.
Pada saat Operasi Banteng Ketaton dilaksanakan menggunakan enam pesawat Dakota, pada pagi hari itu juga 26 April, diterbangkan pembom B-25 Mitchel dan dua pemburu P-51 Mustang sebagai pengawal.
Seperti ditulis di buku 52 Tahun Infiltrasi PGT di Irian Barat(2014), penerbangan ini dilakukan untuk memantau keamanan jalur penerbangan sekaligus penipuan (deception flight).
Belanda tidak menduga Indonesia mampu melakukan infiltrasi melalui udara. Menurut mereka, rimba Irian Barat yang begitu rapat dan perawan, sangat tidak mungkin dijadikan pangkalan gerilya.
Dalam operasi penerjunan pertama ke wilayah Irian Barat, kepada penerjun diinstruksikan agar menyusup ke daerah lawan dan sedapat mungkin menghindari kontak senjata.
Tujuannya adalah untuk mengacaukan situasi dari dalam, sekaligus menarik perhatian Belanda agar tertuju ke wilayah daratan (tengah) sehingga pasukan kawan yang akan mendarat di pantai (daerah pinggir) dapat masuk lebih leluasa.
Di samping itu mereka mendapat tugas merusak radar di Kaimana. Untuk mendukung penyamaran di hutan, mereka mengenakan overall warna hijau tanpa pangkat. Setelah kejadian-kejadian ini, militer Belanda mulai guncang dan tidak yakin lagi atas pertahanan udaranya, karena dengan mudah bisa ditembus oleh Dakota.
Pagi hari, 15 April 1962, Kolonel Udara Wiriadinata didampingi Sersan mayor Udara (SMU) Picaulima dan KU I Atjim Sunahju, dipanggil Men/Pangau Laksamana Udara Omar Dhani. Dalam pertemuan itu Men/Pangau memberitahukan bahwa Picaulima bersama 18 anggota PGT akan diterjunkan di Irian Barat.
Keesokan harinya ke-19 anggota PGT ini sudah diterbangkan ke Ambon menggunakan Hercules. Di sana mereka diterima Wakil Panglima Mandala, Komodor Udara Leo Wattimena.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 25 April, ke-19 anggota PGT ini diterbangkan ke Lanud Amahai, dan di sana sudah ada anggota RPKAD.
Pagi itu sekitar pukul 10 waktu setempat, 25 April, flight C-47 Dakota yang terbang dari Kupang mendarat di Lanud Pattimura. Pesawat ini berangkat dari Lanud Halim sehari sebelumnya. Tak lama kemudian digelar briefing dipimpin Panglima Mandala Mayjen Soeharto didampingi Komodor Leo Wattimena.
Briefing yang berlangsung di Gedung Teknik Umum (gedung diesel) Lanud Pattimura itu dihadiri oleh pilot Dakota yang akan mendapat tugas menerjunkan pasukan PGT dan RPKAD di Fak-Fak dan Kaimana.