Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pandangan Islam tentang Gerhana Bulan Hingga Turun Anjuran Salat Nabi Muhammad

Gerhana adalah sumber bencana dan malapetaka. Dalam perspektif sekarang, kita dapat mengatakan bahwa pandangan tersebut bersifat primitif.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pandangan Islam tentang Gerhana Bulan Hingga Turun Anjuran Salat Nabi Muhammad
Shutterstock
Blood moon yang terjadi pada tahun 2011 

TRIBUNNEWS.COM - Islam hadir menyikapi pandangan masyarakat tentang banyak hal. Di antaranya pandangan masyarakat Arab pra-Islam tentang gerhana matahari dan bulan.

Dalam konteks itu, Islam menepis mitos dan pandangan primitif abad ke-7 tentang gerhana, sekaligus menekankan dimensi religius, spiritual, dan sosial pada gerhana itu sendiri sebagai misi kenabian Nabi Muhammad.

Masyarakat Arab pra-Islam memandang gerhana sebagai sesuatu yang menakutkan. Gerhana adalah pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi, baik dari kematian maupun kelahiran seperti yang dilansir Tribun-Medan.com dari geotimes.co.id.

Gerhana adalah sumber bencana dan malapetaka. Dalam perspektif sekarang, kita dapat mengatakan bahwa pandangan tersebut bersifat primitif.

Pandangan primitif itu masih hidup saat Islam datang. Ketika putra Nabi Muhammad, Ibrahim, meninggal, yang bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari, mereka mengatakan bahwa gerhana itu terjadi karena kepergian putra Nabi Muhammad. Dalam konteks itulah Nabi Muhammad bersabda:

“Matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran Allah. Keduanya mengalami gerhana bukan karena atau sebab bagi kematian atau kelahiran seseorang.”

Selanjutnya Nabi Muhammad menganjurkan untuk melaksanakan salat, bertasbih, berzikir, bertahlil, bersedekah, dan memerdekakan budak.

Berita Rekomendasi

Dengan pernyataan dan anjuran Nabi tersebut, Islam jelas menepis segi mitis dan primitif dari pandangan masyarakat Arab pra-Islam tentang gerhana.

Dari laporan berbagai hadis, Nabi Muhammad tampaknya beberapa kali melaksanakan salat gerhana. Karenanya, laporan tentang bagaimana Nabi melaksanakan salat gerhana matahari berbeda-beda.

Ada yang menyebutkan Nabi Muhammad salat gerhana dengan dua ruku’ dalam satu rakaat; ada yang menyebutkan dengan satu ruku’ dalam satu rakaat. Bahkan ada yang menyebutkan empat, enam, delapan, dan sepuluh ruku’ dalam satu rakaat.

Ada yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad membaca bacaan dalam salat gerhana dengan nyaring; ada yang menyebutkan tidak nyaring. Tapi, setahu saya, semua hadis menyebutkan bahwa salat gerhana dua rakaat.

Perbedaan (laporan) hadis ini menimbulkan perbedaan tata-cara salat gerhana di antara mazhab-mazhab fiqih.

Di Indonesia, pada umumnya umat Islam menganut mazhab Syafi’i: dua ruku’ dalam satu rakaat, dan bacaan tidak dibaca nyaring.

Yang penting digarisbawahi adalah moral Islam dalam menyikapi gerhana. Dengan menepis segi mitis dan primitif dari pandangan Arab pra-Islam tentang gerhana, Islam menekankan dimensi religius dan spiritual.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas