Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ilmuwan Iklim: Ini 7 Tahun Terakhir Terpanas yang Pernah Tercatat

Ilmuwan iklim telah merilis sebuah laporan baru mengatakan fakta bahwa tujuh tahun terakhir saat ini berpotensi menjadi yang terpanas dalam sejarah.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Ilmuwan Iklim: Ini 7 Tahun Terakhir Terpanas yang Pernah Tercatat
portugalresident.com
Ilmuwan Iklim: Ini 7 Tahun Terakhir Terpanas yang Pernah Tercatat 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, GLASGOW - Ilmuwan iklim telah merilis sebuah laporan baru pada hari Minggu kemarin mengatakan fakta bahwa tujuh tahun terakhir saat ini berpotensi menjadi yang terpanas yang tercatat dalam sejarah.

Laporan ini dirilis saat para pemimpin dunia berkumpul untuk memulai KTT Iklim Global Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang disebut 'COP26' di Glasgow, Skotlandia.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (1/11/2021), laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menguraikan bahwa jumlah rekor emisi gas rumah kaca dan akumulasi panas 'telah mendorong planet ini ke wilayah yang belum dipetakan'.

Baca juga: Penetrasi Digital Plus Iklim Ramah Investor Dorong Investasi Asing di Indonesia

Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Senin, 1 November 2021: 6 Kota Berpotensi Hujan Petir

Laporan ini mengumpulkan data dari berbagai lembaga di seluruh dunia hingga akhir September tahun ini dan menggunakan metrik iklim utama termasuk suhu, cuaca ekstrem, panas dan pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, es laut serta gletser.

"Kami menunjukkan kepada anda apa yang terjadi secara nyata di atmosfer. Kita kembali memecahkan rekor dengan gas rumah kaca utama, karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, ini kabar buruk," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas saat presentasi temuan laporan di COP26.

Ia mencatat bahwa penerapan sistem penguncian (lockdown) yang meluas dan penutupan industri pencemar utama karena pandemi virus corona (Covid-19) ternyata tidak berdampak signifikan pada atmosfer.

ILUSTRASI - Info BMKG: Udara terasa sangat panas di sebagian wilayah Indonesia, ternyata akibat gerak semu matahari.
ILUSTRASI - Info BMKG: Udara terasa sangat panas di sebagian wilayah Indonesia, ternyata akibat gerak semu matahari. (https://bestofthesouthbay.com)
Berita Rekomendasi

Efek La Nina, El Nino

Meskipun kondisi La Nina berkontribusi terhadap kondisi cuaca yang cukup dingin di kawasan Tropis Pasifik pada tahun ini, laporan tersebut menyimpulkan dampak La Nina tidak akan mengembalikan tren peningkatan suhu global yang lebih luas.

Taalas kemudian mengatakan bahwa kondisi El Nino di masa depan kemungkinan akan menghasilkan rekor tingkat panas baru.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia telah meningkat sejak 2013 ke level tertinggi baru pada tahun ini, sementara pengasaman dan pemanasan laut terus berlanjut.

Tujuh tahun terakhir telah menyaksikan fakta terjadinya percepatan hilangnya massa es dari gletser dan lapisan es, termasuk di Antartika.

Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem BMKG Besok, Senin 1 November 2021: Waspada Yogyakarta Hujan Lebat

Baca juga: Apakah Negara-negara Asia Tenggara Memenuhi Komitmen Iklimnya?

Sementara konsentrasi gas rumah kaca mencapai level tertinggi baru pada tahun lalu.

Menanggapi laporan ini, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam sebuah pernyataan, berharap COP26 dapat menyelamatkan bumi dari kerusakan.

"Dari kedalaman laut hingga puncak gunung, dari gletser yang mencair hingga peristiwa cuaca ekstrem yang tak henti-hentinya, ekosistem dan komunitas di seluruh dunia sedang hancur. COP26 harus menjadi titik balik bagi manusia dan planet ini," tegas Guterres.

Data terbaru ini diharapkan dapat lebih menginformasikan negosiasi selama dua pekan ke depan di Glasgow.

COP26 saat ini 'sedang dibingkai' sebagai kesempatan terakhir bagi para pemimpin dunia untuk membuat kesepakatan yang diperlukan dan mengambil tindakan yang memadai untuk menghentikan kenaikan suhu yang drastis serta berbagai efek yang ditimbulkan.

Momen penting

Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) Patricia Espinosa secara resmi membuka COP26 pada hari Minggu kemarin.

Ia menyerukan negara-negara untuk berjuang mendapatkan hasil positif kolektif selama pembicaraan yang dapat membangun momentum global pada aksi iklim untuk dekade berikutnya dan seterusnya.

"Kita berdiri di titik penting dalam sejarah, umat ​​manusia menghadapi beberapa pilihan yang tegas namun jelas. Sukses di COP26 sangat mungkin, kita semua menghadapi keadaan darurat iklim yang sama, kita semua harus menjadi bagian dari solusi," kata Espinosa dalam pidato pembukaannya.

Espinosa pun meminta seluruh pemimpin dunia saling bekerja sama dalam menghadapi ancaman ini.

"Mari kita bangkit menghadapi tantangan besar di era kita, titik penting dalam sejarah ini dan meraih kesuksesan bukan hanya untuk generasi kita saat ini, namun semua generasi yang akan datang," tegas Espinosa.

Sementara itu Presiden baru COP26, Alok Sharma, menetapkan agenda yang akan didorong Inggris selama periode kepresidenannya.

"Di COP26 saya menyerukan kepada negara-negara untuk bekerja sama, memobilisasi keuangan, meningkatkan tindakan untuk beradaptasi dengan dampak iklim, menyelesaikan buku peraturan Paris setelah enam tahun dan mempercepat tindakan dekade ini demi menjaga 1,5 derajat dalam jangkauan. Saya tetap berharap," kata Sharma.

Kurangnya tindakan tegas

KTT G20 di Roma berakhir pada hari Minggu kemarin dengan para pemimpin menyetujui pernyataan akhir untuk mengambil tindakan 'bermakna dan efektif' demi membatasi pemanasan global.

Namun mereka ternyata menahan diri dari pengambilan banyak kebijakan konkret, yang saat ini akan difokuskan di Glasgow.

Para pemimpin dunia tidak menentukan tanggal akhir produksi tenaga listrik global, melainkan hanya berjanji untuk menghapus pembiayaan batubara luar negeri secara bertahap pada tahun ini, sebuah janji yang telah disetujui oleh sebagian besar pemodal batubara utama tahun ini.

Mereka juga tidak setuju untuk menetapkan 2050 sebagai tenggat waktu untuk mencapai emisi nol bersih.

Padahal China, India dan Rusia termasuk diantara negara-negara dengan polusi berat, namun mereka tidak mau mencapai tingkat ambisi itu.

Negara-negara G20 bertanggung jawab atas lebih dari 80 persen emisi global, Sharma menekankan bahwa mereka dapat 'membuat maupun menghancurkan' harapan demi mencapai pemanasan global hingga 1,5 derajat di atas tingkat pra-industri.

"Saya tahu negosiasi memang tidak mudah," kata Espinosa dalam konferensi pers yang sama.

Leaders Summit yang melibatkan pernyataan lebih dari 100 pemimpin nasional akan berlangsung pada hari Senin dan Selasa.

Diharapkan pertemuan itu dapat mencapai beberapa kesepakatan untuk lebih memperkuat target masing-masing menuju emisi nol bersih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas