Dituding Jadi Penyebab Kematian Haji Lulung, Apa Itu Badai Irama Jantung?
Mantan Wakil Ketua DPRD DKI ini mengembuskan napas terakhir diduga akibat badai irama jantung (Arrhythmic Storm).
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Tokoh politik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Abraham Lunggana atau yang cukup dikenal dengan sapaan Haji Lulung meninggal dunia.
Mantan Wakil Ketua DPRD DKI ini mengembuskan napas terakhir diduga akibat badai irama jantung (Arrhythmic Storm).
Seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa (14/12/2021), Kepala Intensive Cardiovascular Care Unit (ICVCU) RS Harapan Kita, Dafsah A Juzar menyatakan ia meninggal karena dugaan badai irama jantung.
"Setelah empat hari perawatan timbul gangguan irama, badai irama yang awalnya bisa ditangani dengan obat anti irama," kata Dafsah.
Baca juga: NEWS HIGHLIGHT: Dokter Ungkap Kondisi Haji Lulung Sebelum Wafat: Sempat Alami Badai Irama Jantung
Namun, karena kondisi Haji Lulung yang tidak kunjung membaik, pihak rumah sakit akhirnya memutuskan mengambil alih pernapasan dan mengurangi beban kerja jantung dengan alat bantu.
"Namun makin lama kami perlu istirahatin (jantung Haji Lulung), mengambil alih pernapasan, mengurangi beban kerja jantung dengan alat bantu, itu sempat perbaikan empat hari, tapi kemudian badai irama timbul kembali," ujarnya.
Lantas, apa itu badai irama jantung?
Dikutip Kompas.com dari European Heart Journal Supplements, badai irama jantung atau badai aritmia ini didefinisikan sebagai tiga atau lebih episode takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) berkelanjutan yang terjadi selama rentang 24 jam.
Sehingga, badai irama jantung ditunjukkan pada kondisi aritmia yang muncul terus menerus dan bahkan tidak bisa dikontrol dengan obat-obatan.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Sebut Haji Lulung Sosok Orang Konsisten Perjuangkan Prinsip
Serta, badai irama jantung ini juga merupakan salah satu dari masalah kelainan irama jantung, tetapi berbeda dengan aritmia.
Kondisi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, baik iskemik atau idiopati, sebagai evolusi dari substrat aritmia dari patologi ini.
Ketika badai irama jantung tersebut tidak bisa lagi diatasi dengan obat-obatan, pihak dokter memutuskan untuk melakukan proses ablasi yang berisiko tinggi. Proses ablasi umumnya dilakukan sesuai dengan kondisi pasien saat itu.
Sebagian besar prosedur ablasi dilakukan melalui pendekatan endokardial (akses ventrikel kiri dengan pungsi trans-septal atau transaortik retograde).
Badai aritmia ini juga dikatakan membawa peningkatan mortalitas atau risiko kematian, baik pada keadaan akut maupun jangka menengah-panjang, lebih tinggi daripada yang tercatat untuk aritmia ventrikel yang bukan bagian dari badai irama jantung ini.
Baca juga: Sosok Haji Lulung, Ketua DPW PPP DKI Jakarta yang Meninggal Dunia karena Sakit Jantung