Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Deteksi Dini Glaukoma Amat Diperlukan untuk Cegah Kondisi Semakin Parah

Glaukoma nyaris tidak memiliki gejala pada tahap awal, namun berpotensi memberi dampak buruk yang lebih fatal, yakni kebutaan permanen.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Deteksi Dini Glaukoma Amat Diperlukan untuk Cegah Kondisi Semakin Parah
foridaeyespecialists.com
Glaukoma nyaris tidak memiliki gejala pada tahap awal, namun berpotensi memberi dampak buruk yang lebih fatal, yakni kebutaan permanen. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ternyata, faktor anatomis turut berpengaruh memicu glaukoma primer sudut tertutup kronis. Sementara, prevalensi glaukoma di Indonesia saat ini mencapai 0,46 persen atau diderita 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk.

Dokter spesialis mata dari JEC, Dr. Iwan Soebijantoro SpM(K), menggagas sebuah penelitian bertajuk “Hubungan Bilik Mata Depan yang Dangkal dengan Perubahan Morfologi Endotel Kornea pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik.”

Hasil penelitian ini mengantarkannya meraih gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Dipaparkan, glaukoma nyaris tidak memiliki gejala pada tahap awal, namun berpotensi memberi dampak buruk yang lebih fatal, yakni kebutaan permanen.

Peningkatan tekanan intraokular (TIO) disebut menjadi faktor risiko utama terjadinya glaukoma.

Namun, di samping itu, faktor anatomis ternyata juga turut berpengaruh, khususnya pada penyandang glaukoma jenis primer sudut tertutup kronik. Deteksi dini, salah satunya pemeriksaan anatomi mata, menjadi semakin krusial. 

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, glaukoma berada di peringkat ketiga penyebab kebutaan secara global, setelah kelainan refraksi dan katarak.

Berita Rekomendasi

Data Penderita Glaukoma

Secara global, glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan (irreversible). Jumlah penyandangnya kini diperkirakan mencapai 76 juta di seluruh dunia.

Sementara di Indonesia, data yang sempat dirilis secara resmi memperlihatkan bahwa prevalensi glaukoma sebesar 0,46 persen atau setiap 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk.

Baca juga: Ketahui Dampak Kebiasaan Minum Kopi dan Teh Bagi Penderita Glaukoma

Lebih spesifik lagi, sebuah studi memperlihatkan, di DKI Jakarta, prevalensi glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) sebesar 1,89%, sedangkan glaukoma sudut terbuka (GPSTa) sebesar 0,48%, dan glaukoma sekunder sebesar 0,16 persen.

Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) mengatakan, individu yang mengalami glaukoma primer sudut tertutup cenderung memiliki bilik mata depan yang lebih dangkal atau sempit.

Baca juga: Sama-sama Bisa Akibatkan Kebutaan, Kenali Perbedaan Katarak dan Glaukoma

Faktor anatomis lainnya, seperti aksis bola mata pendek, lensa yang menebal, dan jarak antara lensa dengan permukaan iris posterior yang memendek, turut berandil menyebabkan glaukoma kategori ini.

"Selaku praktisi, saya tergerak untuk menguak kemungkinan adanya faktor lain guna menemukan early diagnosis dan new treatment bagi penyandang GPSTp," ujar Dr Iwan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas