Mengapa Bisa Terjadi Hujan Es? Ini Penjelasannya
Hujan es merupakan hasil dari pembentukan awan comulonimbus yang tumbuh vertikal melebihi titik beku air.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Fenomena hujan es terjadi di Surabaya, Jawa Timur pada Senin (21/2/2022) siang.
Hujan es ini mengguyur Surabaya sekitar pukul 14.50 WIB dengan partikel es yang cukup besar.
Selain di Surabaya, dilaporkan juga terjadi di wilayah Kota Madiun, Kediri, dan juga Nganjuk.
Satu sehari sebelumnya, hujan es juga dilaporkan terjadi di Magetan Jawa Timur, Minggu (20/2/2022).
Lantas bagaimana fenomena hujan es itu bisa terjadi?
Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda menerangkan, hujan es dalam ilmu meteorologi disebut juga dengan hail.
Fenomena hujan es tidak menggambarkan adanya fenomena yang spesifik, kecuali adanya fenomena pertumbuhan awan konvektif yang masif.
Penyebab utama fenomena hujan es ini lebih banyak disebabkan oleh kondisi alam, yaitu kelembaban tinggi, massa udara yang tidak stabil, serta suhu permukaan bumi yang mendukung.
Baca juga: Hujan Es di Surabaya, Atap Rumah Warga Rusak
Baca juga: Fenomena Hujan Es di Surabaya dan Madiun, BMKG Minta Masyarakat Tetap Waspada
Hujan es merupakan hasil dari pembentukan awan comulonimbus yang tumbuh vertikal melebihi titik beku air.
Terjadinya awan comulonimbus merupakan bagian dari siklus hidrologi.
Awan ini tumbuh di ketinggian sekitar 450 mdpl hingga bisa mencapai 10.000 mdpl pada saat masa udara dalam kondisi tidak stabil.
"Hujan es hanya terjadi dari awan jenis Comulonimbus dengan suhu puncak awan mencapai -80 derajat celcius," terang BMKG Juanda di unggahan akun Instagram @infobmkgjuanda.
"Terdapat updraught atau aliran udara naik dalam awan yang sangat kuat yang menyebabkan awan tumbuh menjulang tinggi hingga lebih dari 5 km dan membawa uap air dari dasar terbawa ke atas dan mencapai lapisan freezing level atau titik beku," ungkap BMKG Juanda.
"Akibatnya, terjadi pengembunan secara tiba-tiba membentuk bongkahan es yang besar dan tidak sempat mencair saat mencapai permukaan tanah karena rendahnya suhu udara lingkungan," lanjut BMKG.