Kasus Baiq Nuril: Dukungan Prita Mulysari, Petisi Online dan Surat untuk Presiden Jokowi
Mantan pegawai Tata Usaha (TU) SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril menjadi trending di twitter, Rabu (15/11/2018) kemarin. Nuril mendapatkan dukungan warganet.
Penulis: Daryono
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUNNEWS.COM - Mantan pegawai Tata Usaha (TU) SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril menjadi trending di twitter, Rabu (15/11/2018) kemarin.
Nuril mendapatkan dukungan warganet melalui tagar #SaveIbuNuril.
Dukungan itu mengalir setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diajukan tahun 2017 lalu.
MA menyatakan Nuril bersalah melanggar Undang-undang Transaksi Eelektronik (UU ITE) karena menyebarkan rekaman percapakan asusila Kepala Sekolah SMU 7 Mataram, Muslim.
MA menjatuhkan vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara, Senin (12/11/2018).
Baca: Fakta di balik Kasus Baiq Nuril, Korban Pelecehan Seksual yang Justru Dinyatakan Bersalah
Setelah sempat divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram, Nuril kini terancam dipenjara seiring putusan MA itu.
Vonis MA itu kemudian menuai respons dari warganet lantaran menganggap apa yang menimpa Nuril tidak adil.
Beikut ini Tribunnews.com merangkum fakta-fakta kasus dan dukungan untuk Nuril hingga Kamis ini:
1. Prita Mulyasari Beri Tanggapan
Apa yang dialami Nuril mengingatkan pada kasus Prita Mulyasari yang terjadi di tahun 2009.
Saat itu, Prita Mulyasari juga dijerat UU ITE karena dianggap melakukan pencemaran nama baik akibat surel yang ia tulis tentang Rumah Sakit Omni Internasional.
Dukungan untuk Prita saat itu pun diwujudkan dalam gerakan Koin untuk Prita.
Atas apa yang menimpa pada Nuril, Prita pun memberi tanggapan di akun twitternya, @pmulyasari, Kamis (15/11/2018).
Prita menyinggung kasusnya yang kini berulang dan menimpa Nuril.
Ia berharap Nuril kuat dan sabar.
"2009 dan 9 tahun kemudian terjadi kembali...seorang ibu..kuat dan sabar bu Nuril #SaveIbuNuril," tulisnya.
2. Muncul petisi Online
Dukungan untuk Nuril juga diwujudkan lewat petisi online.
Petisi online di situs Change.org itu berjudul "Bebaskan Ibu Nuril dari Jerat UU ITE #SaveIbuNuril."
Hingga Kamis pagi, petisi itu sudah ditandatangani lebih dari 33 ribu warganet.
Petisi itu dibuat oleh Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto.
Berikut bunyi petisinya:
"Di pulau Lombok, seorang perempuan bernama ibu Baiq Nuril Maknun yang dilecehkan secara seksual oleh atasannya H Muslim malah dituntut ke pengadilan oleh pelaku pelecehan seksual tersebut dengan pasal karet UU ITE. Ancaman pidananya tidak main-main karena ia bisa dipidana 6 tahun penjara dan denda maksimal 1 milyar rupiah sebagai penyebar materi asusila. Akibatnya, Ibu Nuril ini pernah ditahan sejak 27 Maret 2017 - 30 Mei 2017 dan sekarang menjadi tahanan kota.
Berita ini saya dapat dari jaringan aktivis kebebasan ekspresi yang berada di pulau Lombok pada Kamis, 4 Mei 2017 dan sontak saya tergerak untuk membuat petisi ini.
Tuntutan petisi ini sederhana: Bebaskan Ibu Nuril dan hukum pelaku pelecehan seksual tersebut seberat-beratnya. Karena ibu Nuril sesungguhnya adalah korban dari atasannya yang berperilaku seperti predator dan sistem hukum yang tidak berpihak kepada yang lemah.
Dalam catatan SAFEnet sejak 2008 sampai Mei 2017 tercatat paling tidak ada 37 pengaduan (19,37% dari total 190 pengaduan) yang menyeret perempuan ke ranah hukum dengan pasal-pasal represif di dalam UU ITE. Kasus-kasus yang menerpa perempuan ini kebanyakan tidak layak secara hukum dan melukai asas keadilan, sekaligus menunjukkan perempuan tidak terlindungi oleh hukum yang mengatur internet di negeri ini.
Jika merujuk pada kronologi yang disampaikan ibu Nuril, materi yang melanggar hukum tersebut sebetulnya adalah rekaman perkataan H Muslim yang menceritakan kepada Ibu Nuril perbuatan asusilanya sendiri dengan perempuan selain istrinya. Selanjutnya rekaman tersebut beredar bukan karena disebarkan oleh Ibu Nuril melainkan disalin oleh orang lain yang meminjam HP milik Ibu Nuril. Kemudian rekaman tersebut beredar luas dan H Muslim memecat Ibu Nuril. Tapi kemudian H Muslim dimutasi dari jabatannya sebagai kepala sekolah SMAN 7 Mataram.
Karena dendam dimutasi itulah, H Muslim berupaya mengkriminalisasi Ibu Nuril dengan memakai pasal 27 ayat 1 di dalam UU ITE yang bunyinya:
Pasal 27 (1) UU ITE "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Sejak ditahan 27 Maret 2017 lalu, ibu Nuril mengalami tekanan psikologis dan keluarganya: suami dan 3 anaknya kini dilanda kesulitan keuangan akibat suaminya yang tadinya bisa bekerja di Pulau Gili Trawangan, terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya untuk mengurus ketiga anaknya yang masih kecil-kecil di Mataram dan sampai sekarang masih kesulitan menemukan pekerjaan baru.
Maka saya mengajak kamu untuk tandatangan petisi ini dan menyebarkannya agar Ibu Nuril dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang didakwakan padanya.
Damar Juniarto
Regional Coordinator
SAFEnet/Southeast Asia Freedom of Expression Network"
3. Nuril dan anaknya buat surat untuk Presiden Jokowi
Di media sosial Twitter, beredar surat tulisan tangan yang dibuat oleh Nuril dan anaknya.
Dua surat itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam suratnya, Nuril meminta pada Jokowi untuk membebaskan dirinya dari jerat hukum.
Nuril menganggap dirinya tidak bersalah.
Surat itu ditandatangani Nuril dan tertanggal 14 November 2018.
Sementara anak Nuril meminta pada Jokowi agar sang ibunya tidak disuruh sekolah lagi.
Saat Nuril dipenjara beberapa waktu lalu, sang anak tahunya ibunya sedang sekolah.
(Tribunnews.com/Daryono)