5 Fakta Dosen UNJ Robertus Robet Ditangkap Polisi karena Diduga Langgar UU ITE, Kini Jadi Tersangka
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kamis (7/3/2019).
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kamis (7/3/2019).
Diketahui, Robet juga adalah seorang aktivis hak asasi manusia dan sahabat dari Rocky Gerung.
Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com pada Kamis (7/3/2019), penangkapannya dikonfirmasi oleh peneliti Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat.
Rumah Robet didatang polisi pada dini hari dan kemudian dibawa ke Mabes Polri.
Berdasarkan surat dari kepolisian, Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat Undang-undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ia dianggap telah melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, beritaa hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum.
Baca: Gus Ipin Terjang Genangan Air Sepinggang, Bawa Makanan untuk Warga yang Kebanjiran
Baca: Satgas Yonif 328/Dgh Gelar Pengobatan Keliling dan Kampanye Kesehatan di Sekolah Perbatasan RI
Berikut ini tim Tribunnews.com himpun fakta-fakta yang terkait dikutip dari Kompas.com.
Simak selengkapnya di sini!
1. Kronologi penangkapan Robet
Berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Dedi Prasetyo, Robet ditangkap pada pukul 00.15 WIB.
Kemudian dibawa ke Mabes Polri untuk dimintai keterangan terkait nyanyiannya saat Aksi Kamisan.
Tim penyidik dari Cyber Mabes Polri juga mendatangi kediaman Robet pada Rabu (6/3/2019) malam pukul 23.45 WIB membawa surat penangkapan.
"Saat penangkapan, Robet di rumah kebetulan bersama teman-temannya. Saya, Yati (Koordinator Kontras Yati Andriyani), Indria Fernida (aktivis AJAR), dan Papang Hidayat dari Amnesty Internasional," kata Nurkholis Hidayat, pengacara yang mendampingi Robet.
Sore hari sebelum penangkapan terjadi, sekitar pukul 15.00 WIB, rumah Robet juga didatangi sejumlah orang yang mengaku berasal dari TNI.
"Sore ada yang mengaku dari Mabes TNI, ngaku-ngaku tapi tidak jelas benar atau tidaknya. Tidak bisa kami verifikasi," ucap Nurkholis.
Robet kemudian dibawa ke Mabes Polres menggunakan mobil penyidik pada pukul 00.30 WIB dan kemdian langsung menjalani BAP pada pukul 02.00 WIB dan selesai pada pukul 05.00 WIB.
"Selanjutnya menunggu keputusan kepolisian. Saat ini Robet masih di Mabes ditemani pengacara yang lainnya," ucap Nurkholis.
2. Video yang membuat Robet ditangkap
Penangkapan Robet berawal dari viralnya video orasi yang ia sampaikan pada saat aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 silam.
Untuk mengawali orasinya, Robet menyanyikan lagu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang sering dinyanyikan para aktivis 1998.
Robert melayangkan sejumlah kritik atas rencana penempatan perwira TNI di jabatan sipil pada Kementerian atau Lembaga.
Untuk urusan menyanyikan lagu tersebut, Robet menegaskan bahwa lagu itu bukan dibuat oleh dirinya, namun lagu yang populer di kalangan gerakan mahasiswa pada 1998.
Lagu itu dimaksudkan sebagai kritik yang ia lontarkan terhadap ABRI di masa lalu, bukan TNI masa kini.
Dan juga lagu itu tidak dimaksudkan untuk menghina profesi dan intitusi TNI.
"Sebagai dosen saya tahu persis upaya-upaya reformasi yang dilakukan oleh TNI dan dalam banyak kesempatan saya justru memuji reformasi TNI sebagai reformasi yang berjalan paling maju," ujar Robet.
Berikut lirik “Mars ABRI” yang dinyanyikan Robet, sebagaimana juga dinyanyikan oleh para mahasiswa saat berdemonstrasi menuntut reformasi dan mundurnya Soeharto pada 1998.
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Tidak berguna bubarkan saja Diganti Menwa (Resimen Mahasiswa),
kalau perlu diganti pramuka
Naik bus kota enggak pernah bayar
Apalagi makan di warung Tegal
3. Ditetapkan sebagai tersangka
Pihak polisi kini pun sudah menetapkan Robet sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Dedi Prasetyo menjelaskan meski kini Robet sudah ditetapkan sebagai tersangka, ia akan dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan karena ancaman hukuman pada kasus ini di bawah 2 tahun.
"Ya (sudah ditetapkan sebagai tersangka), tapi selesai riksa akan dipulangkan karena ancaman hukuman di bawah 2 tahun," kata Dedi.
4. Klarifikasi Robet
Robet pun meminta maaf atas nyanyiannya yang menimbulkan kesalahpahaman.
"Semoga, engan penjelasan saya ini, saya bisa menjernihkan berbagai macam reaksi. Namun demikian, apabila ada yang menganggap itu merupakan suatu kesalahan yang menimbulkan kesalahpahaman saya mohon maaf," kata Robet.
Selengkapnya, berikut video klarifikasi yang disampaikan Robertus Robet:
Berikut narasi lengkap Robertus Robet dalam video tersebut: Saya Robertus Robet, belakangan ini beredar sebuah video saya di media sosial.
"Saya menerima banyak reaksi dan keberatan. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan beberapa klarifikasi.
Pertama, lagu di dalam orasi tersebut bukanlah lagu saya, juga bukan saya yang membuat.
Melainkan sebuah lagu yang populer saat gerakan mahasiswa di tahun 1998.
Kedua, asal usul lagu tersebut sebenarnya juga sudah saya jelaskan dalam pengantar saya dalam orasi tersebut namun sayangnya tidak ada dalam rekaman video tersebut.
Ketiga, lagu itu dimaksudkan sebagai kritik saya terhadap ABRI di masa lampau, bukan terhadap TNI di masa kini.
Sekali lagi saya ulangi bahwa lagu itu dimaksudkan sebagai kritik saya terhadap ABRI di masa lampau, bukan terhadap TNI di masa kini, apalagi dimaksudkan untuk menghina profesi dan organisasi, institusi TNI.
Sebagai dosen, saya sungguh tahu persis upaya-upaya reformasi yang sudah dilakukan oleh TNI.
Dan dalam banyak hal saya justru memuji dan memberikan apresiasi upaya-upaya reformasi yang dilakukan oleh TNI yang lebih maju dibandingkan dengan yang lain.
Demikianlah penjelasan saya, semoga dengan penjelasan saya ini saya bisa menjernihkan berbagai macam reaksi.
Namun demikian, apabila ada yang menganggap itu merupakan suatu kesalahan yang menimbulkan kesalahpahaman saya mohon maaf."
5. Penangkapan Robet dinilai tak berdasar dan mencederai demokrasi
Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menilai penangkapan Robertus Robet tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
"Penangkapan Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai negara hukum serta demokrasi," ujar salah satu anggota tim yang juga Ketua Kontras Yati Andriani melalui siaran pers, Kamis.
Menurut Yati, yang disampaikan Robet saat aksi Kamisan itu adalah kritik mengenai rencana pemerintah menempatkan personel TNI aktif pada kementerian.
"Rencana ini jelas bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara yang sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dan amandemennya, UU TNI dan TAP MPR VII/ MPR/ 2000 tentang peran TNI dan Polri," ujar Yati.
Menurut tim advokasi, Robet tidak sedikitpun masuk kategori pasal yang dituduhkan kepadanya.
Yati menilai Robet sama sekali tidak menghina TNI secara insitusi.
Malahan, ia menganggap orasi Robet menggambarkan kecintaannya pada TNI dengan mendorong TNI agar lebih profesional.
"Bagi Robertus, menempatkan TNI pada kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti yang telah ditunjukkan pada era Orde Baru," ujar Yati.
Baca: Panglima TNI Siap Dukung Bawaslu RI untuk Pilpres dan Pileg 2019
Baca: Penangkapan Dosen UNJ Diduga karena Orasinya di Monas, Yunarto Wijaya: Jangan Lebay Lah Pak Polisi
Tim advokasi yang terdiri dari Kontras, YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, Indonesian Legal Roundtable, Amnesty Internasional Indonesia dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat serta ativis hak asasi manusia mendorong agar kepolisian segera membebaskan Robet dari jerat hukum yang dinilai cenderung otoriter.
(Tribunnews.com/Kompas.com/Natalia Bulan R P)