Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Pleidoi 111 Halaman, Saipul Jamil Sebut DS Numpang Tenar dan BAP Bukan Kitab Suci

Pledoi berjudul 'Aduh, Bang Ipul Terjerembab Lingkaran 'Anak' Numpang Tenar: BAP Bukanlah Kitab Suci'

Penulis: Regina Kunthi Rosary
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Pleidoi 111 Halaman, Saipul Jamil Sebut DS Numpang Tenar dan BAP Bukan Kitab Suci
Regina Kunthi Rosary/Tribunnews.com
Saipul Jamil usai sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (10/6/2016). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Regina Kunthi Rosary

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang beragendakan pembacaan pleidoi dari Saipul Jamil sebagai terdakwa kasus dugaan pencabulan telah berlangsung hari ini, Jumat (10/6/2016) sore, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Pleidoi pedangdut yang akrab disapa Ipul tersebut dirangkum dalam sebuah buku berjudul 'Aduh, Bang Ipul Terjerembab Lingkaran 'Anak' Numpang Tenar: BAP Bukanlah Kitab Suci' yang tebalnya mencapai 111 halaman.

Ditemui usai sidang di PN Jakarta Utara, ‎Kasman Sangaji selaku kuasa hukum Ipul menjelaskan mengenai judul yang cukup menyita perhatian tersebut.

"Kami, secara khusus, memberikan judul ini karena memang inilah apa yang kami alami dalam proses persidangan," ujar Kasman mula-mula.

Sebutan "anak numpang tenar" diperuntukkan bagi DS lantaran, menurut Kasman, DS telah berniat buruk sejak awal terhadap Ipul.

"Kami coba menganalisa peristiwa-peristiwa dari pertemuan atau perkenalan pertama klien kami, Saipul Jamil, dengan saksi pelapor Dede Sulton (DS). Dari awal DS sudah memiliki niat jahat atau buruk terhadap klien kami," tutur Kasman.

Berita Rekomendasi

"Maka, kami memberikan judul ini bukan hanya isapan jempol," tambahnya.

Sementara itu, kata-kata "BAP bukanlah Kitab Suci" dimaksudkan bahwa seharusnya tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) memuat keterangan saksi di persidangan, bukan hanya berdasarkan hasil pemeriksaan polisi yang terdapat dalam BAP.

"Menurut kami, apa yang diuraikan jaksa penuntut umum, hanya satu sampai dua persen yang mengutip keterangan saksi di persidangan. Semuanya itu titik koma, nomor-nomornya ‎semua berdasarkan resume hasil penyidikan, bagaimana, coba?" kata Kasman.

"Sementara, menurut KUHP itu, apa yang menjadi peristiwa dalam persidangan, semua keterangan saksi, ahli, terdakwa, petunjuk ataupun surat yang timbul, itu harus diuraikan secra jelas dan lengkap untuk menuntut seseorang melakukan tindakan pidana secara jelas dan nyata, bukan berdasarkan hasil pemeriksaan polisi," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas