Cara Bondan Winarno Membungkus 'Nusantara' Lewat Bingkai Mak Nyus
Bondan merasa terpanggil untuk membuat semacam direktori kuliner-kuliner khas Indonesia; dari Sabang sampai Merauke.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Moh Habib Asyhad/Intisari-online
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah petuah lama bilang: ilmu adalah buruan dan tulisan adalah talinya (untuk mengikat).
Bondan Winarno tampaknya sangat memahami itu dengan menerbitkan buku terbarunya tentang kuliner: 100 Makanan Tradisional Indonesia Mak Nyus.
Buku ini berisi 100 kuliner khas yang tersebar di berbagai pelosok Nusantara.
“Jika ditanya proses mengumpulkan data dari kapan, maka jawabnya sudah dari puluhan tahun yang lalu, tapi benar-benar niat membukukannya setelah maraknya wacana klaim-klaiman dari Malaysia,” ujar Bondan terkait proses bukunya.
Bondan mulai gelisah ketika banyak orang yang kebakaran jenggot saat Malaysia mengumumkan beberapa makanan sebagai warisan budayanya sementara itu dianggap sebagai warisan Indonesia.
Tapi hanya di lisan saja, protes itu tidak pernah termanifestasi dalam bentuk apapun.
Bondan, sebagai seorang foodie alias penyuka kuliner, merasa terpanggil untuk membuat semacam direktori kuliner-kuliner khas Indonesia; dari Sabang sampai Merauke.
Dalam bukunya tersebut, tidak semua kuliner yang dicatatnya masuk dalam tulisan.
Dari ribuan kuliner dipilihlah mana yang paling khas dan benar-benar mewakili daerah tersebut.
Bagi Bondan tidak mudah membuat buku kuliner. Suatu kali, saat masih menjadi wartawan, Bondan mendapatkan tugas untuk menulis perihal travelling.
“Tapi waktu itu, sudah terlalu banyak tulisan jalan-jalan, akhirnya saya mengambil sisi lain yang masih berhubungan erat dengan jalan-jalan, ya itu, kuliner,” cerita Bondan panjang lebar.
Masih terkait tulisan kuliner, suatu ketika Bondan mendapat protes dari wartawannya.
“Pak, masak Pemimpin Redaksi macam bapak (hanya) nulis kuliner, kenapa tidak soal politik, soal ekonomi? Itu bukan kelas bapak,” ujar si wartawan.
Bondan tidak lantas menjawab, ia lebih memilih untuk menyuruh anak buahnya itu untuk menulis tentang kuliner.
Bondan memberi waktu seminggu buat si wartawan untuk merampungkan tugasnya.
Tapi apa yang terjadi, “maaf pak, saya tidak bisa,” kata si wartawan tersebut.
“Sebenarnya saya sangat tersinggung kepada orang yang menganggap bahwa pekerjaan menulis kuliner seperti saya ini adalah persoalan yang mudah. Tidak ada yang mudah dalam semua hal,” jawab Bondan kepada para pengritiknya.
Moh Habib Asyhad/Intisari-online
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.