Unggahan Atiqah Hasiholan Jelang Sidang Ratna Sarumpaet Disemangati Marcella Zalianty
Atiqah Hasiholan kerapkali menemani sang bunda Ratna Sarumpaet menjalani sidang, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Editor: Anita K Wardhani
Menurut Mudzakir, keonaran yang dimaksud adalah kerusuhan secara fisik, bukan sebatas di dunia maya.
"Kalau ingin menjelaskan onar seperti apa, baca saja peristiwa bulan Mei tahun 1998. Itu namanya keonaran yang di Jakarta, tak terkendalikan," ujar dia.
2. Berbohong tanpa niat pidana selesai dengan minta maaf
Mudzakir melanjutkan, sebuah perbuatan bohong tanpa niat melakukan tindak pidana semestinya selesai ketika orang yang berbohong itu meminta maaf kepada orang yang berbohong.
"Kalau kebohongan itu ditujukan kepada orang tanpa niat pidana, sudah selesai dengan minta maaf," kata Mudzakir dalam persidangan.
Adapun perbuatan bohong, menurut Mudzakir, dapat dipidana bila dilanjutkan dengan tindakan pidana seperti penipuan dan penggelapan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.
3. Kebohongan Ratna tak masuk pidana
Mudzakir menilai, kebongan yang diucapkan oleh Ratna tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
"Memang perbuatan Ibu Ratna itu bukan perbuatan pidana. Bohong itu tidak dilarang dalam hukum pidana, tapi dilarang dalam bidang-bidang yang lain," kata Mudzakir.
Mudzakir beralasan, kebohongan Ratna hanya disampaikan kepada keluarga dan kerabat dekatnya sehingga tidak bisa disebut sebagai pidana.
4. Penyebar luas hoaks yang mestinya dipidana
Mudzakir menambahkan, Ratna sebagai pembuat berita bohong belum tentu dipidana karena menurut ya yang harus dipidanakan adalah orang yang menerima berita bohong lalu menyebarkannya ke media sosial.
"Kalau itu (berita bohong) diberi tujuan kepada orang lain dan orang lain memposting kepada sehingga publik bisa membaca dan seterusnya itu sebenarnya tanggung jawabnya adalah yang memposting itu sendiri," kata Mudzakir.
Ia mencontohkan, jika sebuah berita bohong disampaikan kepada orang lain dengan catatan tidak untuk disebarluaskan, tetapi berita tersebut sudah terlanjur meluas. Jika begitu, pihak yang patut bertangung jawab yakni orang yang mempublikasi kebohongan itu.