Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Dua Ahli Bahasa Bersaksi di Sidang Jerinx, Ini Beda Versi Kata Kacung WHO Pada Postingan Drummer SID

Dua ahli bahasa dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan ujaran kebencian dengan terdakwa Jerinx. Apa pendapat mereka tentang kata kacung?

Penulis: Anita K Wardhani
zoom-in Dua Ahli Bahasa Bersaksi di Sidang Jerinx, Ini Beda Versi Kata Kacung WHO Pada Postingan Drummer SID
Tribun Bali/Rizal Fanany
Terdakwa, I Gede Ari Astina alias Jerinx SID (kiri) menjalani sidang saksi kasus dugaan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Denpasar, Kota Denpasar, Bali, Selasa (13/10/2020). Sidang Jerinx kali ini untuk pertama kalinya digelar secara tatap muka. Tribun Bali/Rizal Fanany 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Dua ahli bahasa dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan ujaran kebencian dengan terdakwa Jerinx (JRX).

Kedua saksi ahli bahasa ini dihadirkan masing-masing oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum Jerinx.
Keduanya membahas kata kacung yang membuat musisi bernama asli I Gede Ari Astina ini jadi terdakwa.

Suami Nora Alexandra ini sebelumnya memposting pendapatnya tentang aturan rapid test hingga menyebut Kacung WHO.

"Gara-gara bangga jadi kacung WHO. IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan di test cv-19. Sudah banyak bukti jika hasil test sering ngawur. Kenapa dipaksakan kalau hasil testnya bikin stres dan menyebabkan kematian kepada bayi atau ibunya. Siapa yang tanggungjawab."

Lantas apa kata arti Kacung oleh dua ahli ini?

Berikut ulasannya

Baca juga: Kesaksian Ahli Pidana dan Bahasa Dinilai Untungkan Jerinx, Tak Ada Unsur Jahat Pada Postingannya

Baca juga: Nora Alexandra Beri Semangat kepada Jerinx: Ingat, Kamu Tetap Gagah Perkasa

Ahli bahasa Wahyu Adi Wibowo (baju biru) saat datang ke ruang persidangan Jerinx, Kamis (15/10/2020). Ahli bahasa yang didatangkan ternyata berlatar belakang Pendidikan Bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia
Ahli bahasa Wahyu Adi Wibowo (baju biru) saat datang ke ruang persidangan Jerinx, Kamis (15/10/2020). Ahli bahasa yang didatangkan ternyata berlatar belakang Pendidikan Bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia (Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara)

Kata Kacung Versi Saksi dari JPU
Saksi pertama yang diajukan adalah Wahyu Aji Wibowo. Ahli bahasa yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Balai Bahasa Provinsi Bali.

Berita Rekomendasi

Wahyu Aju ini dicecar pertanyaan terkait kata kacung oleh tim jaksa dan tim hukum Jerinx.

Adalah tim jaksa terlebih dahulu diberikan kesempatan bertanya kepada saksi ahli.

Jaksa Otong Rahayu membacakan postingan terdakwa Jerinx di Instagramnya yang berujung pelaporan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Bali;

Jaksa Otong kemudian langsung bertanya ke saksi ahli terkait kata “kacung”.

Baca juga: Hadiri Sidang Lanjutan Kasus Ujaran Kebencian IDI Kacung WHO, Rina Nose Dukung Pembebasan Jerinx?

Baca juga: Soal Postingan Kacung WHO, Jerinx Sebut Ketua IDI Tak Ingin Penjarakan Dirinya

"Saya tanya pendapat ahli, ada kata sebagai kacung. Kalau kata kacung ini ditujukan pada yang bukan pada kacung sebenarnya atau orang yang sebenarnya. Apakah ini mempunyai akibat atau dampak terhadap orang itu," tanyanya.

"Saya jelaskan pengertian dari kacung sesuai makna yang sebenarnya. Kacung adalah pesuruh, pembantu, pelayan. Jadi ketika kata itu ditujukan pada orang yang bukan seperti yang dimaksud tentu saja berpotensi untuk menimbulkan sesuatu. Ya berdampak," jawab Wahyu.

Terkait dokter yang dikatakan sebagai kacung ke lembaga itu, tanya Jaksa Otong apakah berdampak kepada dokter secara personel atau lembaga IDI.

Dikatakan Wahyu dampaknya subyektif.

"Jadi hanya yang dituju itu, merasa atau tidak. Itu kan berkaitan dengan perasaan," jelas Wahyu.

Ditanyakan apakah kalimat tersebut ada tujuan menyepelekan atau mengecilkan arti, kembali Wahyu menyatakan tergantung pada makna.

Makna kata kacung adalah pelayan atau pesuruh.

"Apakah benar IDI ini satu pihak yang disuruh-suruh," terangnya.

Berkaitan dengan postingan tanggal 15 Juni 2020 yang berisi frasa bubarkan IDI, Wahyu menyatakan maknanya adalah perintah atau keinginan dari penulis untuk membubarkan atau meniadakan organisasi profesi kedokteran itu.

"Kalau dikatakan apakah pembuat atau pemosting punya hak untuk membubarkan atau menyuruh pihak berwenang membubarkan IDI, tentu tidak," jawab Wahyu.

Jaksa Otong juga menanyakan emoticon babi pada postingan itu.

Lalu tiba giliran tim hukum Jerinx.

Adalah Sugeng yang terlebih dahulu menanyakan Wahyu terkait keahliannya. Dari beberapa pertanyaan yang dilontarkan, Wahyu tampak gelagapan.

Sugeng seolah menggurui Wahyu mengenai linguistik yang berhubungan dengan ilmu lain.

Pula saat ditanyakan menanyakan variabel profesi.

"Saya kasi tahu, profesi itu berbasis keilmuan, independen, mengabdi kepada kepentingan kemanusiaan, ada kode etik, ada dewan kehormatan," papar Sugeng.

Ketika Sugeng menjelaskan makna kata kacung yaitu yang bermakna pelayanan atau ketertundukan. Wahyu pun hanya bisa menyetujui.

"Bisa dikatakan seperti itu," tandasnya.

"Bila dokter tunduk dengan aturan di luar dirinya, itu kira-kira dia bisa dikatakan tunduk. Maknanya apa? Mengikuti perintah. Kacung itu mengikuti perintah," kejar Sugeng. "Iya mengikuti perintah," jawab Wahyu.

Kembali ditanya arti kata kacung yang sebenarnya, Wahyu menyatakan tahu berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

"Saya tidak tahu asal-usul bahasa kacung, yang saya tahu dari KBBI," jawab Wahyu.

"Saya kasi tahu, ada profesor namanya Kacung Marijan. Ini profesor terkenal. Kacung juga penyebutan dari bahasa Jawa, penyebutan anak laki-laki yang lebih muda. Apakah arti kacung selalu jelek," tanya Sugeng kembali.

"Itu berdasarkan konteknya," jawab Wahyu.

Mengenai postingan Jerinx tanggal 15 Juni 2020, kata Sugeng. ada pesan yang ingin disampaikan.

"Saudara bisa menangkap tidak, ada pesan apa yang disampaikan postingan terdakwa mengenai ibu hamil. Pesan yang melatarbelakangi munculnya postingan ini," tanya Sugeng.

"Fakta apa yang sebenarnya terjadi bukan ranah kami," ucap Wahyu.

Satu persatu Sugeng menjelaskan pesan apa yang ada di kalimat itu. "Pesannya adalah bahwa hasil tes itu ngawur. Menurut pemosting adalah kepentingan orang banyak. Siapa? Ibu yang mau melahirkan. Menurut pendapat ahli apakah ada pesan kepentingan umum, orang banyak yang dibawa oleh pemosting," tanya Sugeng. Wahyu pun mengiyakan.

Kembali terkait fakta yang terhubung dengan pesan dalam postingan, Sugeng membacakan sejumlah pemberitaan dari media online yang memuat berita tentang ibu-ibu hamil dan yang akan melahirkan ditolak pihak medis karena harus menjalani rapid test terlebih dahulu.

"Coba cari terjemahan halusnya dari kata kacung. Kata-kata apa itu. Ahli saja tidak bisa memberikan contoh bahasa apa yang cocok untuk mendapat respon," ujar Sugeng, dan Wahyu terdiam.

Sementara Gendo kembali mempertegas postingan Jerinx tanggal 13 Juni 2020.

"Ahli tadi bilang sesuai dengan konteks. Terkait postingan tanggal 13 Juni apa yang ada lihat?" tanyanya. "Pemosting meminta penjelasan terkait hal yang ingin diketahui. Ya pemosting meminta klarifikasi," ujar Wahyu.

Mengenai majas yang digunakan Jerinx dalam postingannya pun akhirnya disetujui Wahyu.

"Berarti sah. Tidak usah digiring kesusastraan. Terdakwa ini penyair juga lo. Liriknya diakui UGM (Universitas Gadjah Mada)," seloroh Gendo tersenyum.

Lalu berkaitan dengan makna kata menyerang sampai mendapat penjelasan dalam kalimat itu, tanya Gendo konteksnya apa.

"Tidak akan berhenti mempertanyakan sampai ada penjelasan," jawab Wahyu. Itu maknanya penghinaan tidak," kejar Gendo. "Tidak," jawab Wahyu.

Saksi, Jiwa Armaja, ahli bahasa saat mengikuti sidang saksi kasus dugaan pencemaran baik dengan terdakwa I Gede Ary Astina atau Jerinx di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/10/2020).
Saksi, Jiwa Armaja, ahli bahasa saat mengikuti sidang saksi kasus dugaan pencemaran baik dengan terdakwa I Gede Ary Astina atau Jerinx di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/10/2020). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Paparan Ahli Bahasa yang Diajykan Kuasa Hukum Jerinx
Saksi lain dihadirkan Kamis (22/10/2020). Dalam sidang kali ini mengagendakan mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum Jerinx.

Tim hukum yang dikoordinir oleh I Wayan "Gendo" Suardana menghadirkan ahli bahasa yang juga pensiunan dosen di Fakultas Sastra Unud, Made Jiwa Atmaja.

Selama hampir 1,5 jam, Jiwa Atmaja memberikan keterangan atau pendapatnya dihadapan majelis hakim, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), juga tim penasihat hukum Jerinx.

Pada intinya Jiwa Atmaja mengkritisi kajian yang dilakukan oleh ahli bahasa yang pada sidang sebelumnya dihadirkan oleh tim jaksa penuntut.

"Perkara bahasa itu tidak bisa dikaji dari segi bentuk leksikal saja karena menurut ahli bahasa, bahasa itu terdiri dari dua bentuk. komponen bentuk akustik dan pemberian mental," jelasnya ditemui usai sidang.

Jadi kajian ahli yang sudah disampaikan itu bentuk harus sampai pada pemberian mental.

Ia mengatakan, ahli bahasa yang dihadirkan tim jaksa, hanya mengulas pada bentuk kata saja.

Tidak sampai melihat kecakapan seorang penyair atau penulis lirik lagu.

"Kita harus melihat posisinya itu sebagai Jerinx seorang penyair, yang mempunyai diksi berbeda. Itu yang tidak dilihat jaksa dan sebagainya. Diksi yang dia gunakan menyebabkan satu kata berbeda dari arti leksikal," terang Jiwa Atmaja.

Lebih lanjut dijelaskan Jiwa Atmaja, jika satu kata "kacung" dan "menyerang" itu konotasinya buruk di leksikal kamus.

Namun dalam diksi seorang penyair kata itu tidak buruk.

"Kata menyerang dia (Jerinx) tidak mempunyai kekurangan untuk menyerang. Kata menyerang maksudnya, dia tidak akan berhenti bertanya sebelum pertanyaannya di jawab. Maknanya kan baik. Diksinya saja yang berbeda dengan diksi orang biasa, ahli bahasa linguistik," katanya.

Dengan adanya perbedaan diksi itu akan gampangnya pihak lain menganggap Jerinx mempunyai niat buruk.

Ditanya kenapa Jerinx menggunakan diksi itu.

Menurutnya, Jerinx menggunakan bahasa itu karena seorang seniman.

Seorang seniman atau penyair menggunakan diksi dengan pilihan kata khusus.

Diksi yang dipilih diharapkan mempunyai tenaga untuk menyita perhatian orang sehingga pertanyaannya dijawab.

"Sehingga adalah kata konspirasi busuk, atau kata saya tidak akan berhenti menyerang.
Apa ada niat buruk? Kan tidak," tegas Jiwa Atmaja.

Mengenai emoticon babi, katanya tidak bisa dilihat semata-mata dari arti kamus.

"Itu kata maknanya akan berubah ketika diksi orang berbeda. Emoticon babi yang disediakan pengelola medsos tinggal kita comot dan tidak ada hubungannya dengan wacana yang diatasnya," terangnya.

"Dan sifatnya bisa tanpa makna. Kalau dikatakan babi tidak ada kalimatnya subjek yang dituju. Memang di kalimat "IDI kacung WHO" ada subjek IDI, orang boleh menuntut . Postingan lain tidak ada subjek," imbuh Jiwa Atmaja.

Pihaknya pun menerangkan, saat ditanyakan jaksa mengenai norma berbahasa.

"Saya bilang tidak ada nornal di medsos kan. Tidak ada Undang-Undang yang mengatur bahasa di medsos. Terus saya disalahkan. Saya sampai bilang ke jaksanya, ajarin saya norma mengenai bahasa di medsos," tutur Jiwa Atmaja.

Menurutnya, kebebasan berekspresi di medsos itu terutama bahasa yang digunakan tidak bisa diatur dengan norma sepanjang tidak ada subjek.

"Maka tidak ada alasan memperkarakan bahasa itu. Kalau menyebut IDI segala macam, anda punya alasan untuk tersinggung. Tapi norma tidak ada, itu kebebasan berekspresi dia akan membentuk ragam ekspesi di medsos," jelas Jiwa Atmaja.(Tribun Bali)

Sumber:

Sidang Perkara Jerinx, Jiwa Atmaja Kritik Ahli Bahasa Yang Dihadirkan Jaksa, 

Pembahasan Kata Kacung Alot, Saksi Ahli Gelagapan Ditanya Tim Kuasa Hukum Jerinx Soal Ini, 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas