Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Once Mekel Tolak Wacana Presiden 3 Periode dan Siap Turun ke Jalan, Itu Tidak Lucu!

Once Mekel mengaku selama ini dirinya tertarik dengan dunia politik tapi dia menolak keras wacana presiden 3 periode.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Once Mekel Tolak Wacana Presiden 3 Periode dan Siap Turun ke Jalan, Itu Tidak Lucu!
Tribunnews/Irwan Rismawan
Penyanyi Once Mekel saat wawancara khusus dengan Tribun Network di studio musiknya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (23/6/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan 

Namanya manusia kalau bosen ya. Masyarakat butuh pemimpin yang lebih komunikatif, artikulatif, Pak Jokowi hebat sekali bekerja, sedikit bicara.

Baca juga: Once Mekel Rasakan Pentingnya Berwiraswasta, Bisa Isi Dompet Saat Job Musik Sepi karena Pandemi

Bukan orang tidak suka itu, mungkin masyarakat menginginkan gaya yang berbeda.

Saya sendiri tidak suka pemimpin yang banyak bicara. Kadang-kadang orang banyak bicara kerjanya tidak bagus walaupun tidak semua.

Tapi kita tetap memerlukan pemimpin yang artikulatif, bisa merangkul semua orang dari berbagai golongan, karena masyarakat kita tetap terpolarisasi.

Penyanyi Once Mekel saat wawancara khusus dengan Tribun Network di studio musiknya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (23/6/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan
Penyanyi Once Mekel saat wawancara khusus dengan Tribun Network di studio musiknya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (23/6/2021). Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Dia harus punya agenda merangkul semua. Indonesia ada di masa krusial.

Orang-orang mengepalkan tangan, tegakkan keadilan, Pancasila, kehormatan kepada perbedaan. Tapi pada akhirnya kita harus membuktikan. Narasi tidak ada gunanya kalau kenyataannya berbeda.

Kita prinsip keren-keren tapi keadaan nyata luntur semua prinsip. Peraturan-peraturan itu gugur oleh suara-suara mayoritas.

Baca juga: Once Mekel Bicara Nasib Musisi Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19: Sulit Diprediksi

Berita Rekomendasi

Keputusan pengadilan, MA, itu bisa dikalahkan suara mayoritas. Ini tidak sehat. Negara tidak bisa dipimpin oleh orang-orang yang memegang prinsip negara kita.

Kalau kita harus punya pimpinan yang menerapkan itu, bukan hanya prinsip kosong tidak berdaya ketika ada tantangan. Saya berharap ada ketegasan, dan menegakkan prinsip kenegaraan dengan benar.

Tidak perlu banyak bicara, kerja banyak, dan agenda yang berikut kalau kita lihat sekarang banyak kerja. Yang berikut menerapkan prinsip kenegaraan yang tegas. Kalau pekerjaan dan infrastruktur kita sudah lihat.

Kabarnya pernah berduet dengan Sri Mulyani, bagaimana ceritanya?

Itu kan saya menjadi bagian dari sebuah acara untuk penggalangan dana.

Dimana dananya akan dikumpulkan alumni UI nanti disumbangkan kepada korban-korban bencana alam dan pihak-pihak yang memerlukan di saat-saat yang tepat.

Saya melibatkan diri di acara itu, sebagai lulusan UI. Hari itu memang kita alumni, saya diminta teman-teman pengurus untuk ikut serta.

Lalu ada punya ide bagaimana kalau Anda nyanyi dengan Sri Mulyani. Supaya lebih banyak sumbangan. Saya sih mau saja.

Selain bisa membantu untuk mengumpulkan uang, saya juga bangga bisa nyanyi dengan Sri Mulyani. Nah buat saya sosok Sri Mulyani unik. Saya kenal beliau cukup lama.

Mungkin enam-tujuh tahun lalu. Ada beberapa acara yang saya datang. Ada acara santai. Ada juga satu kesempatan Ibu Sri Mulyani membuat lirik untuk lagu teman saya.

Saya menjadi perantara antara yang punya lagu dengan Ibu Sri Mulyani. Ibu Sri Mulyani benar-benar membuat lirik. Lalu dia e-mail liriknya, dan menjadi suatu lagu.

Lagu tentang wanita. saya melihat beliau memang wanita yang teguh dan cerdas. Punya warna-warna atau jiwa seni juga.

Ketika saya manggung dengan Bu Sri Mulyani di rumahnya, di antara kesibukan banyak, dia masih punya energi untuk melakukan kegiatan seni. saya sangat menghargai ya. Suatu yang istimewa dari beliau.

Latihannya tidak lama. Hari itu saya tidak direncanakan untuk nyanyi di jam itu, tapi karena ada perubahan rencana. Jadi saya datang.

Saya abis begadang tidur jam 04.00. Syuting jam 11 atau setengah 12 siang.

Ada latihan tiga atau empat kali. Saya kasih tahu ke Bu Ani. Enaknya seperti ini bagi suaranya. Bikin sedikit variasi. Yang mengiringi Erwin Gutawa. Pengalaman unik.

Bagaimana soal prosesi Sabda Alam?

Lagu Sabda Alam itu yang kami rekam sebetulnya sudah direkam sekitar empat tahun lalu. Tapi tidak pernah dirilis.

Jadi setelah empat tahun dibiarkan di label saya. Kemudian label lama tempat saya bergabung ngajak untuk yuk rilis saja.

Daripada tidak jadi apa-apa. Untuk tambah-tambahan di masa covid dan kreasi. Dirilis lah kemudian bikin video clip. Empat tahun lalu yang bikin musik Pay Slank. Mengarang Chrisye dan Junaedi.

Jadi sebetulnya sudah kerjaan lama. Tapi buat video clip yang baru. Di Puncak. Syukur dapat tanggapan yang lumayan.

Ada sisi personal dari lagu Sabda Alam buat Anda?

Sebetulnya saya senang sama lagu-lagu bikinan orang dulu. Lirik-liriknya tidak terperangkap dalam perasaan suasana hati aku dan kamu, kamu dan aku.

Bolak-balik saja. Musisi atau pengarang lagu dulu, sering membuat lagu-lagu yang deskriptif.

Suasananya terlihat, meskipun kita tidak melihat. Kita bisa merasakan suasana itu dari pemilihan kata-kata dan melodi yang sesuai. Lagu Chrisye, Eros Djarot, Debby Nasution, generasi di zaman itu banyak sekali yang sangat deskriptif.

Kita kalau lihat itu seperti melihat film. Beda sama beberapa lagu yang bicaranya ya aku-kamu, aku sakit hati, bukannya jelek ya. Tapi itu bedanya.

Progresi-progresi chord lagu-lagu di zaman Chrisye ini memungkinkan kita terbawa suasana yang lebih deskriptif dalam lagunya. Lagu dulu misal Lilin Kecil, depannya

"Oh.manakala mentari tua lelah berpijar,". Sabda Alam gitu juga kan, "Kicau burung bernyanyi tanda buana membuka hari. Dan embun pun memudar menyongsong fajar," kita masuk dalam suasana pagi.

Jadi itu yang unik dari generasi emas musik tersebut. Eros Djarot, Jockie Surjoprajogo, Chrisye, saya kira itu yang seru dari generasi mereka.

Musiknya juga banyak aransemen yang menunjang pemilihan kata itu lebih deskriptif. Visualisasi dalam lagu itu lebih hidup.

Generasi emas zaman dulu dan zaman sekarang apa pembedanya?

Saya tidak tahu juga ya apa bedanya. Kecuali teknologi sekarang lebih hebat saja. Banyak musisi sekarang yang hebat-hebat.

Cuma kadang-kadang tidak kelihatan karena terlalu banyak suplai musik di pasar Indonesia.

Apalagi yang jago-jago malu-malu untuk tampil. Lebih tidak kelihatan lagi. Orang yang ikut Indonesia Idol, ikut lomba nyanyi di TV. Yang tidak ikut mungkin banyak.

Apa banyak yang jago tapi tidak ikut? Banyak. Yang belum ikut saja.

Saya melihatnya perbedaan di teknologi. Teknologi membuat banyak orang bisa memproduksi lagu, bisa nyanyi, bagus banget ada lomba nyanyi di TV.

Karena nyanyi di TV itu sulit banget. Secara live, karena kita akan melihat dari rumah kesalahan-kesalahan lebih jelas.

Kalau kita rekaman kan kita bisa dengar karena volumenya kecil. Kalau dipanggung kan kita terbawa suasana. Sebetulnya sulit main di TV, tapi saya lihat banyak yang bagus-bagus nyanyi di ajang pencarian bakat di TV.

Masalahnya banyak lagi musisi-musisi hebat tenggelam oleh sensasi-sensasi yang lain. Yang berbeda. Teknologi memungkinkan begitu banyak orang bisa membuat musik, bernyanyi. Persaingan musisi sekarang lebih sulit.

Kita makanya tidak bisa dengan mudah melihat, siapa musisi yang wow. Mereka tenggelam, ada dalam saingan yang luar biasa.

Dulu kita jauh lebih ringan. Musisi rock itu, Dewa, Sheila on 7, Jamrud, Padi, dll. Itu saja di top ten. Kalau sekarang saingannya bukan main.

Anak-anak sekarang banyak juga yang bagus. Liriknya banyak juga yang deskriptif, mesti akui seperti Tulus, Pamungkan, Hindia, Raisa juga bikin liriknya bagus. Cuma kita mendapatkan sensasi sebesar Dewa atau apa karena saingannya banyak.

Raisa hits-nya banyak. Dulu ada namanya Reza hits juga banyak lagunya. Cuma di zaman dulu saingannya Reza tidak terlalu banyak.

Raisa hari ini saingannya banyak banget. Tiap dua minggu turun lagi ganti jagoan baru. Musisi hebat banyak, yang harus membuktikan diri berbeda dari musisi iseng-iseng.

Tadi saya bilang, seleksi Covid-19 akan ada seleksi alam. Apakah kita benar-benar serius menjadi musisi yang berdedikasi.

Atau cuma iseng-iseng. Kalau iseng mungkin sudah berhenti, lalu bikin usaha lain atau jadi YouTuber atau apapun.

Musisi tulen tetap berkarya, latihan, evolve, ambil positifnya saja. Saya rasa tidak ada bedanya dengan zaman dulu. Musisi Indonesia hebat-hebat.

Kalau sekarang mungkin banyak saingan juga dengan entertain lain, seperti YouTuber, komedian, belum lagi jaringan TV digital, Netflix, Mola TV, dan sebagainya.

Kalau dulu musik menempati tempat tertinggi saat remaja. Musisi Indonesia tantangannya berat.

Saya selalu menyuarakan untuk dorong pemerintah bekerja sama dengan swasta membuat gedung yang keren-keren di Indonesia. Supaya kita bisa manfaatkan momentum digital network.

Orang bisa menghubungkan penggemar dengan muda di sosial media. Kalau seorang artis bisa mengakses penggemarnya dengan mudah, mempromosikan event-event dengan mudah, dan ada gedung yang representatif.

Artis-artis, penyanyi, musisi yang serius bisa punya masa depan pendapatan yang lebih baik dari penampilan yang artistik karena ditunjang fasilitas gedung yang bagus. (tribun network/denis destryawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas