Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Seleb

Sujiwo Tejo Berduka Atas Meninggalnya Nano Riantiarno, Sebut Kehilangan Sosok Pemberani

Sujiwo Tejo mengungkapkan sosok Nano Riantiarno lewat karya-karya yang selama ini diciptakan.

Penulis: Fauzi Nur Alamsyah
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Sujiwo Tejo Berduka Atas Meninggalnya Nano Riantiarno, Sebut Kehilangan Sosok Pemberani
Tangkapan Layar YouTube Kemal Palevi
Sujiwo Tejo mengaku kehilangan sosok Nano Riantiarno yang meninggal dunia usai berjuang melawan tumor dan kanker pada Jumat (20/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Alamsyah

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno meninggal dunia usai berjuang melawan tumor dan kanker pada Jumat (20/1/2023).

Nano Riantiarno meninggal dunia di usia ke 73 tahun.

Sederet rekan dan sahabat pemilik nama lengkap Norbertus Riantiarno itu terlihat hadir ke rumah duka yang berada di Bintaro, Jakarta. Salah satunya adalah Sujiwo Tejo.

Sujiwo mengungkapkan sosok Nano Riantiarno lewat karya-karya yang selama ini diciptakan.

Baca juga: Nano Riantiarno Sempat Berjuang Lawan Kanker Paru, Keluarga Ungkap Kondisinya Sebelum Berpulang

"Aku tadi baru tahu juga (lihat karyanya), selama ini cuma dari koran daftar pementasan dia, baru liat sendiri poster-posternya tadi, itu pun nggak cukup ada 200an lebih pementasan," kata Sujiwo Tejo saat ditemui di rumah duka, Jumat (20/1/2023).

Sujiwo Tejo menyebut Nano Riantiarno merupakan sosok yang idealis.

Berita Rekomendasi

"Itu luar biasa. Sosok Nano Riantiarno itu setahuku sangat luwes urusan cari duit, tapi ada pembatasnya. Dia nggak mau ada sponsor di panggung, aku nggak tahu sampe sekarang. Tapi itu sampe tahun 2000an dia keras banget," tutur Sujiwo Tejo.

Tidak hanya itu, Nano Riantiarno dinilai seperti Iwan Fals yang berani untuk memberikan kritik lewat karyanya.

"Kalau kamu ikuti Iwan Fals sekarang kelihatannya biasa, lagu kritik wakil rakyat harus merakyat itu keliatannya biasa, tetapi di zaman Pak Harto itu keberanian yang luar biasa," terang Sujiwo Tejo.

"Nah Nano melakukan itu, subseksi, terus Opera Kecoa, itu melawan rezim Pak Harto. Kita liatnya gitu, jangan sekarang, sekarang kan terbuka," jelasnya.

Sujiwo Tejo mengaku kehilangan sosok pria yang pemberani.

"Iya, kehilangan sosok yang berani, yagg bukan seni untuk seni kalau istilahku, tapi seni untuk sosial. Kalau seni untuk seni kan drama percintaan, dia mengungkapkan itu ke panggung. Kehilangan sosok itu," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas