Sapaan Sang Giri Karya Isna Marifa Kisahkan Sejarah Perdagangan Budak dari Nusantara ke Afsel
Novel sejarah terbitan Kabar Media Books itu mengupas tentang perbudakan masyarakat Jawa di Afrika Selatan pada masa penjajahan Belanda.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Hujan yang turun di Sabtu sore itu, tidak menyurutkan Isna Marifa menceritakan karya barunya novel berjudul Sapaan Sang Giri.
Novel sejarah terbitan Kabar Media Books itu mengupas tentang perbudakan masyarakat Jawa di Afrika Selatan pada masa penjajahan Belanda.
Penulis mengungkapkan, menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia ini, aspek sejarah kolonial Belanda masih kurang dikenal.
Baca juga: Terungkap Tulisan Lain dari Kasus Kerangka Ibu dan Anak: Ada di USB dan Buku, Ungkap Kecewa ke Suami
Meskipun pendidikan telah memperkenalkan pada perjuangan fisik dan intelektual para pahlawan, kenyataan pahit tentang perbudakan orang-orang yang dijajah oleh Belanda sebagian besar terabaikan.
Bab gelap dari masa lalu ini, yang sering kali tidak masuk dalam narasi sejarah arus utama.
"Tak banyak yang mengetahui sejarah perdagangan budak dari Nusantara ke Afrika Selatan di abad ke-18; tempat yang juga menjadi tempat pengasingan bagi para pejuang dan pangeran Nusantara yang melawan VOC," kata Isna Marifa di Dia.lo.gue Kemang, Jakarta, Sabtu (3/8/2024).
Bagi Isna, mempelajari sejarah sangat penting. Sejarah memberi wawasan tentang asal-usul dan perkembangan budaya, masyarakat, dan bangsa, yang membantu menghargai keragaman dan kompleksitas pengalaman manusia.
"Dengan mempelajari peristiwa masa lalu, dperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab dan konsekuensi dari tindakan, memungkinkan kita belajar dari keberhasilan dan menghindari pengulangan kesalahan," urai dia.
Sejarah juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis, karena memerlukan evaluasi sumber, interpretasi bukti, dan pemahaman perspektif yang berbeda.
Selain itu, sejarah menanamkan kepekaan tentang jati-diri dan kontinuitas, menghubungkan dengan akar menyoroti perjuangan dan pencapaian pendahulu.
Pada akhirnya, sejarah bukan hanya tentang masa lalu; sejarah adalah alat penting untuk menavigasi masa kini dan membangun masa depan yang lebih baik.
Buku ini adalah perayaan bagi para penulis perempuan Indonesia. Mengakui penulis perempuan di Indonesia sangat penting untuk mendorong bentangan sastra yang lebih inklusif dan beragam.
Tentang cerita buku ini
Ceritanya berkisar pada Parto dan Wulan, yang mendapati diri mereka diperbudak di Tanjung Harapan, Afrika Selatan karena ketidakmampuan Parto membayar utang.
Bersama rekan-rekan buruh perkebunan, mereka berupaya mempertahankan budaya dan cara hidup Jawa di lingkungan asing tersebut.
Melalui penceritaan yang rumit dan pengembangan karakter yang bernuansa, Sapaan Sang Giri tidak hanya menggali kerinduan para karakter terhadap tanah airnya tetapi juga memberikan gambaran sekilas tentang sejarah Jawa dan Cape Colony.
Selain itu, novel ini menggambarkan tahap awal berkembangnya masyarakat multikultural di Afrika Selatan, yang dikenal sebagai komunitas Cape Malay.
Putu Oka Sukanta, Penyair dan Pengiat Hak Azasi Manusia mengatakan bahwa dengan Sapaan Sang Giri, Isna Marifa telah memberikan nyawa, menghidupkan, serpihan sejarah penindasan kolonial di tanah Jawa dan Tanjung Harapan, Afrika Selatan.
"Novel ini merupakan perpaduan hasil penelitian yang cermat dan garapan sastrawi, sehingga menjadi bacaan yang berbobot dan lancar dibaca," tutur Putu Oka.