Jurnalis Olah Raga Kecewa Indonesia Terpuruk di SEA Games 2013
Indonesia terpuruk di peringkat empat pengumpulan medali dengan hanya mengumpulkan 65 emas. 84 perak dan 110 perunggu
TRIBUNNEWS.COM – Kegagalan Indonesia mempertahankan gelar juara umum di SEA Games XXVII/2013, Naypyidaw, Myanmar mengundang kritik dari jurnalis olah raga Indonesia.
Melalui surat bertajuk "Pernyataan Keprihatinan," seksi wartawan olah raga (SIWO) PWI Pusat menunjuk beberpa kondisi yang menjadi pangkal kegagalan Indonesia mempertahankan gelar juara umum.
Indonesia terpuruk di peringkat empat pengumpulan medali dengan hanya mengumpulkan 65 emas. 84 perak dan 110 perunggu (Minggu, 22/12/2013). Posisinya berada di bawah Thailand, Myanmar dan Vietnam.
Menurut pernyataan keprihatinan SIWO PWI Pusat yang ditandatangani ketua harian Gungde Ariwangsa SH (Ketua Harian) dan Firmansyah Gindo (sekretaris), dengan menempati peringkat empat maka Indonesia kembali ke masa prestasi kelabu di ajang SEA Games seperti yang diraih di SEA Games XXIV/2007 di Nakhon Rachasima, Thailand. Beruntung tidak terpuruk pada prestasi terburuk ke posisi lima seperti yang terjadi pada SEA Games XXIII/2005 di Manila, Filipina.
Indonesia juga gagal memenuhi target yang dicanangkan untuk merai 120 emas. Semula ketika berangkat ke Myanmar, Indonesia memang tidak menargetkan juara umum namun berusaha merebut 120 emas. Indonesia optimistis bisa masuk jajaran 3 (tiga) besar. Namun nyatanya ini pun tak tercapai.
Kegagalan Kontingen Indonesia kali ini sebenarnya sudah dapat diprediksikan sejak persiapan dan keberangkatan menuju Myanmar. Pasalnya persiapan Kontngen Indonesia menghadapi berbagai kendala. Uang saku atlet tersendat-sendat, pemenuhan peralatan latihan dan pertandingan tidak bisa terpebuhi dengan baik, program uji coba yang tertunda-tunda bahkan terpotong tidak sesuai program.
Semua itu muncul karena belum jelasnya masalah pendanaan olahraga Indonesia terutama dalam persiapan mengfhadapi kegiatan multi event seperti SEA Games, Asian Games dan bahkan Olimpiade.
Pemerintah belum bisa memberikan pendanaan yang memadai dan jelas. Pemerintah masih menganggap olahraga sebagai prioritas yang ke sekian dalam pembangunan bangsa.
Sudah begitu kondisi iklim keolahragaan nasional juga tidak mendukung pembinaan prestasi. Ini berkaitan dengan adanya rebutan kepentingan antarlembaga yang bertanggungjawan dalam pembinaan olahraga di Tanah Air.
Beberapa organisasi induk cabang olahraga (Pengurus Besar) terpecah belah. Kasus terakhir tentunya persaingan antara Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
SIWO juga mengusulkan agar pemerintah, dalam hal ini Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga bersama KOI dan KONI segera melakukan evaluasi yang ketat dan mendalam tentang sebab kegagalan di Myanmar.
Mengusulkan agar Kemenpora, KOI dan KONI meninjau kembali dan membubarkan Program Indonesia Emas agar bisa dilakukan perbaikan menyeluruh baik program maupun reposisi dan personel yang mendukungnya.
Perlu segera dilakukan perceparan skala prioritas pembinaan pada cabang-cabang olimpiade potensi Indonesia dan cabang ibu olahraga yaitu atletik, renang dan senam.
Segera diakhiri konflik dalam organisasi olahraga. KOI dan KONI harus bergandeng tangan memperbaiki merosotnya prestasi olahraga Indonesia dan bukan justru terus berpolemik atau berseteru.
Pemerintah (Kemenpora) segera memperjuangkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang pentingnya olahraga menjadi leading sector dalam pembangunan bangsa dan negara. Dengan demikian juga diperjuangkan anggaran yang memadai dan jelas untuk pembangunan olahraga. Seperti yang dilaksanakan bangsa-bangsa dan negara-negara besar di dunia.
Dalam era informasi ini maka Kemenpora, KOI, KONI dan induk organisasi cabang olahraga perlu menerapkan penyampaian informasi yang terbuka dan tertata dengan baik. Menguasai informasi menjadi salah satu prasyarat untuk menggelorakan semangat cinta olahraga dan memenangkan peratrungan di kancah olahraga.