Sesuai Putisan CAS, KOI Wajib Kembalikan Hak NF Equestrian ke Pordasi
Perselisihan organisasi olahraga di Indonesia memang sangat sulit untuk diselesaikan
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS. COM. JAKARTA - Perselisihan organisasi olahraga di Indonesia, memang sangat sulit untuk diselesaikan.
Namun penyebabnya bukan lantaran belum adanya aturan tegas yang mengaturnya.
Akan tetapi karena pihak-pihak yang bersengketa enggan untuk melaksanakan keputusan badan arbitrase meski badan-badan tersebut sudah resmi diakui oleh para pihak yang bersengketa.
Salah satu contohnya adalah keputusan Court of Arbitration of Sports (CAS) yang dikeluarkan tanggal 2 Juni 2015.
Badan Arbitrase internasional yang berkedudukan di Swiss itu telah memenangkan gugatan (tuntutan) Pordasi (Pemohon) atas keputusan Komite Olimpiade Indonesia (KOI/termohon).
"Kami sangat menyayangkan sikap KOI yang selama ini masih saja tidak mau mengakui keputusan dari CAS tersebut," kata Eddy Saddak, Ketua Umum Pordasi.
Bahkan Rita Subowo, Ketua Umum KOI, membuat surat pernyataan yang secara tegas menolak untuk melaksanakan putusan CAS Nomor: CAS 2013/A/3452 tersebut.
Rita juga tidak mau mengembalikan fungsi dan tugas Pordasi sebagai satu-satunya federasi nasional yang unik yang membina olahraga equestrian di Indonesia yang dikenal oleh KOI.
Isi pernyataan Rita tersebut antara lain: (5.) Bahwa dalam Putusan CAS, KOI sama sekali tidak diperintahkan untuk memberikan surat keterangan resmi/endorsement tentang status Pordasi sebagai NF olahraga Equestrian satu-satunya di Indonesia kepada FEI;
Padahal dalam putusannya Nomor: CAS 2013/A/3452 poin 6 CAS menyebutkan jika surat yang dikirimkan oleh KOI ke FEI pada 12 Maret 2010 no. 130/KOI/LNG/III/10 adalah batal demi hukum.
Hal ini berarti Pordasi masih dan tetap menjadi anggota FEI serta pengelola olahraga equestrian di Indonesia.
Sementara dalam poin 7 diputuskan Pordasi sebagai satu-satunya federasi nasional equestrian yang unik yang membina olahraga equestrian di Indonesia yang dikenal oleh KOI.
Dalam keterangan akhir suratnya, Rita Subowo menyebut jika dirinya menggunakan haknya sebagaimana disediakan di dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 untuk membatalkan dan menolak Putusan CAS tersebut di hadapan badan peradilan Republik Indonesia.
Untuk diketahui dalam dunia arbitrase internasional Indonesia dan Swiss adalah negara-negara yang ikut menandatangani Konvensi New York 1958 tentang Arbitrase Internasional.
Hal ini berarti bawah keputusan
badan arbitrase seperti CAS yang berkedudukan di Swiss bisa diberlakukan di Indonesia.
Seusai Pasal 1 UU no. 30 tahun 1999 juga diterangkan demikian: "9 Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu Lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional."
Selain itu, KOI juga terikat pada AD/ART-nya sendiri yang mengakui dan memperbolehkan adanya upaya banding yang dilakukan oleh pihak atau para pihak yang bersengketa di lingkungan organisasinya.
Hal itu diatur dalam AD/ART KOI pasal 28.2 dan Pasal 108.1, serta Pasal 108.2
AD/ART KOI PASAL 28.2. PERSELISIHAN Kecuali secara tegas diatur di dalam ART tentang kemungkinan banding atas suatu keputusan BAKI kepada CAS, setiap keputusan BAKI merupakan keputusan yang mempunyai kekuatan yang final dan mengikat.
PASAL 108 BANDING KEPADA CAS 108.1 : “Terhadap suatu keputusan BAKI dapat diajukan banding kepada
CAS hanya apabila: (i) keputusan itu menghukum suatu pihak atau lebih untuk membayar suatu jumlah sebesar Rp.500.000.000.-(lima ratus juta Rupiah) atau lebih, atau (ii) materi yang diputus menyangkut ketentuan yang diberlakukan oleh IOC dan/atau 0rganisasi Internasional yang diakui oleh IOC.”
108.2: “Permohonan banding dimaksud Pasal 108.1 di atas sudah harus didaftarkan kepada CAS, paling lambat 21 (dua puluh satu) Hari terhitung sejak tanggal keputusan itu diberitahukan BAKI kepada pihak
atau para pihak itu.”
Selain beberapa fakta di atas, surat pernyataan Rita tersebut bisa dianggap sebagai pengingkaran dari Piagam Olimpiade yang merupakan aturan tertinggi dalam organisasi Olimpiade dunia atau IOC. Dalam artikel 61 Piagam Olimpiade jelas dan lugas disebutkan jika sengketa di lingkungan IOC bisa diajukan ke CAS (Court of Arbitration for Sport).
OLYMPIC CHARTER - 61 PENYELESAIAN SENGKETA
1. Keputusan IOC adalah final. Setiap sengketa yang berkaitan dengan
aplikasi atau interpretasi mereka dapat diselesaikan sendiri oleh
Dewan Eksekutif IOC dan, dalam kasus-kasus tertentu, oleh arbitrase
Pengadilan Arbitrasi Olahraga (CAS/ Court of Arbitration for Sport).
2. Setiap sengketa yang timbul pada kesempatan, atau sehubungan
dengan, Olimpiade disampaikan secara eksklusif ke Pengadilan Arbitrasi
Olahraga (Court of Arbitration for Sport), sesuai dengan Kode
Olahraga-Terkait Arbitrase. tb