Australia Terbuka Diwarnai Tudingan Pemain Disogok Rp 696 Juta
Investigasi menyimpulkan bukti tidak cukup untuk disebut praktik korupsi oleh petenis.
Penulis: Muhammad Barir
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM - Laporan menghebohkan mengenai pengaturan hasil pertandingan tenis mengguncang Australia Terbuka ketika turnamen Grand Slam pertama musim ini digelar mulai Senin ini.
Untuk mengatur skor demi kepentingan sindikat judi itu, para pemain didekati di kamar-kamar hotel dalam turnamen-turnamen besar dan kemudian ditawari paling sedikit 50.000 dolar AS atau setara Rp 696 juta.
BBC dan BuzzFeed mengklaim 16 petenis 50 besar dunia dalam satu dekade terakhir ini, termasuk para juara Grand Slam, berulang kali mengatur hasil pertandingan untuk sindikat-sindikat judi.
Tiga pertandingan Wimbledon dan delapan pemain yang diduga terlibat skandal itu juga mengambil bagian dalam Australia Terbuka di Melbourne.
Tidak satu pun dari "kelompok inti" dalam 16 pemain itu dikenai sanksi. Laporan kedua media ini didasarkan pada dokumen-dokumen yang dibocorkan oleh sekelompok whistle-blower anonim.
Kepala Asosiasi Tenis Profesional (ATP) Chris Kermode menyatakan waktu rilis laporan ini "mengecewakan" dan menolak segala dugaan bahwa pengaturan hasil pertandingan ini ditutup-tutupi.
"Unit Integritas Tennis dan otoritas tenis sama sekali menolak setiap pemikiran bahwa bukti pengaturan hasil pertandingan muncul untuk alasan apa pun atau tidak diselidiki secara mendalam," kata Kermode kepada wartawan.
Menurut dia, laporan BBC dan BuzzFeed itu didasarkan pada turnamen-turnamen 10 tahun silam. "Kami akan menyelidiki setiap informasi baru dan kami selalu begitu," kata Kermode.
Laporan pengaturan hasil pertandingan ini membayang-bayangi Australia Terbuka di mana 128 pertandingan digelar pada hari pertama yang juga menghadirkan juara bertahan Novak Djokovic dan Serena Williams.
Dokumen bocor itu juga meliputi investigasi sebuah pertandingan Australia Terbuka edisi 2007 manakala pemain nomor empat dunia Nikolay Davydenko kalah dari petenis peringkat 87, Martin Vassallo Arguello.
Investigasi menyimpulkan bukti tidak cukup untuk disebut praktik korupsi oleh petenis.