Ruang Gerak Satlak Prima Sangat Terbatas kata Ahmad Soetjipto
Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Ahmad Soetjipto mengaku ruang gerak Satlak Prima sangat terbatas sehingga
Editor: Toni Bramantoro
Untuk menyelesaikan permasalahan olahraga di Indonesia. Kata Fritz, harusnya cepat disikapi oleh Menpora. Dan, dia meminta Menpora harus berani ambil diskresi untuk memenuhi kebutuhan para atlet bukan sebuah tindak pidana korupsi.
"Pengeluaran untuk olahraga adalah bukan pemborosan, tapi investasi," kata Fritz.
Dia juga menyatakan ide untuk menjadikan Satlak Prima sebagai satker juga ide yang bagus. Namun, jangan mengubah lainnya seperti sistem dan struktur pemusatan latihan nasional serta organisasi terkait karena ditakutkan bakal membuat prestasi olahraga Indonesia diam di tempat.
"Siapkan atlet tidak hanya untuk Asian Games 2018 saja, juga yang bisa menuju ke olimpiade," kata Fritz.
Dari data yang dimiliki Sutjipto, dia menjelaskan bahwa Indonesia kehilangan 17 medali emas dari SEA Games 2017 yang diselenggarakan di Malaysia pada bulan lalu.
Seharusnya 20 medali emas, namun ada tiga atlet yang ditarget medali perak, justru menjadi juara satu. Mereka, adalah Deni dan I Ketut Ariana dari cabang olahraga angkat besi serta gymnastic rhytmic atas nama Rifda Irfana.
Sutjipto mengatakan faktor penyebab hilangnya 17 medali itu sangat banyak, antara lain karena ada atlet yang tidak memandang seluruh lawan sebagai kompetitor utama, jadwal pertandingan yang diubah secara mendadak sehingga atlet yang mengambil dua nomor belum sempat beristirahat, tidak profesionalnya wasit, hingga persiapan atlet yang kurang optimal.
Tapi, Sutjipto mengatakan menurunnya perolehan medali emas Indonesia tidak separah negara lain.
"Pada 2017 Indonesia turun 19,14% dari SEA Games 2015. Thailand, dari 95 keping turun 24,21%, lalu Singapura, dari 84 keping dari 32,14%. Sayangnya, kita hanya bisa melihat yang absolutnya, dari perolehan emas dan berapa rangking di klasemen," ujarnya.