Komunitas Berkuda Sulut Lepas Kepergian Hens Rory dengan Memutari Tompasso
Ratusan orang mengantar kepergian mantan joki dan pelatih kuda pacu nasional Hens Rory ke peristirahatan terakhirmya, Rabu (31/1/2018) siang.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan orang mengantar kepergian mantan joki dan pelatih kuda pacu nasional Hens Rory ke peristirahatan terakhirmya, Rabu (31/1/2018) siang.
Almarhum Hens Rory dikebumikan di pemakaman umum tompasso, sulut, disatukan dgn mendiang ibunya yg sudah berpulang jauh sebelumnya.
Hens Rory, yang meninggal karena komplikasi pada Minggu (28/1) sore dalam usia 60-an tahun, hingga akhir hayatnya sangat dicintai warga Sulut.
Tidak keliru jika Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP Pordasi) Mohammad Chaidir Saddak, melukiskannya sebagai salah satu tokoh olahraga yang menjadi kebanggaan komunitas berkuda Sulut.
"Almarhum semasa hidupnya turut berperan pada perkembangan olahraga berkuda di Sulut, terutama pacuan. Beliau banyak mengangkat groom menjadi joki, misalnya. Jasa beliau terus dikenang oleh masyarakat berkuda pacuan Sulut," kenang Mohammad Chaidir Saddak.
Tak mengherankan jika Mohamad Chaidir Saddak merinding melihat limpahan kekaguman, kecintaan sekaligus penghormatan yang diberikan komunitas berkuda Sulut saat melepas kepergian kepergian Hens Rory ini, sebagaimana tercermin dari foto-foto yang dikirimkan kedua putrinya dari sana.
Si kembar Karissa dan Karina Saddak memberikan foto-foto prosesi pemakaman mendiang Hens Rory di Tompasso, termasuk saat jenazahnya dibawa berputar mengelilingi arena pacuan kuda Tompasso yang fenomenal itu.
Atas keinginan warga, jenazah Hens Rory dua kali memutari arena pacuan kuda Tompasso dengan ambulan.
"Penghargaan dan penghormatan yang layak untuk sang legenda," tutur Mohammad Chaidir Saddak. "Kalau tak ada urusan yang tak bisa ditinggal di Jakarta saya pasti datang ke sana," katanya, sedih.
"Karissa dan Karina sejak kemarin sudah di sana karena keduanya memang sangat dekat almarhum," papar ketum PP Pordasi.
Dimakamkan satu liang lahat dengan mendiang ibunya merupakan salah satu wasit dari almarhum Hens Rory sebelum berpulang, sebagaimana disampaikan keluarganya kepada Karissa dan Karinna Saddak. Wasit lainnya, ia ingin dimakamkan dengan pin Aragon pada baju yang dipakainya. "Ia memang Aragon sejati," ungkap Mohammad Chaidir Saddak.
Hens Rory, dikenal sebagai joki piawai sejak muda, bertualang ke banyak daerah untuk mengikuti berbagai kompetisi. Ia merepresentasikan kinerja pejuang kuda pacu Sulut yang didukung bakat alamiah besar dan memiliki spirit perjuangan luar biasa. Atmosfir kompetisi pacuan di era masa keemasan Hens Rory memang jauh lebih marak dan bergairah dibanding saat ini. Apalagi event pacuan masih menjadi bagian dari toto, yang dilegalisasi oleh pemerintah, terutama di Jakarta. Pacuan kuda menjadi olahraga utama bagi warga Sulut.
Hal itu pula yang membuat menjadi satu satunya provinsi yang mempunyai dua sarana pacuan bertaraf internasional, yakni di Tompasso dan Manado, masing-masing dengan panjang trek 1600 meter dan 2000 meter. Mana ada di Jawa yang punya trek pacuan 1600 meter, apalagi 2000 meter, kata Mohammad Chaidir Saddak.
"Sebelum kami bertemu nama Hens Rory sudah terkenal di banyak daerah, itu karena almarhum diminta melatih kuda kuda pacu tangguh, seperti milik Ali Badri Zaini di Surabaya," kenang Mohammad Chaidir Saddak.
Tentulah takdir Tuhan pula yang mempertemukan Hens Rory dengan Mohammad Chaidir Saddak, sehingga akhirnya ia menjadi bagian dari keluarga besar Aragon Horse Racing & Equstrian Club, Lembang, yang dimiliki oleh keluarga Mohammad Chaidir Saddak. "Waktu itu sekitar tahun 2000, tahu tahu saja ia sudah ada di Lembang, ada satu kuda yang sedang dilatihnya di sana," tutur Mohammad Chaidir Saddak.
Lembang dan Aragon kemudian seperti menjadi magnet yang membuat Hens Rory lebih banyak menghabiskan waktunya di sana. Ia memang masih sering diminta melatih banyak kuda pacu tangguh dari klub atau daerah lain, tetapi ia selalu kembali ke Aragon.
Almarhum Hens Rory memupuk kecintaan luar biasa dari Karissa dan Karina kepada olahraga berkuda, terutama kuda pacu. Itu yang membuat putri kembar Mohammad Chaidir Saddak tersebut sangat dekat dengan Om Hens. Karissa dan Karina sangat kehilangan Om Hens. Tetesan air mata keduanya terus mengiringi saat-saat persemayaman Om Hens.