Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Sport

Persembahkan Medali Pertama di Olimpiade Tokyo, Windy Sempat Nervous karena Beda Tipis dengan Rival

Windy sempat gagal dalam upaya pertama snatch di berat 84 kilogram. Namun kegagalan itu ditebusnya pada angkatan kedua.

Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Persembahkan Medali Pertama di Olimpiade Tokyo, Windy Sempat Nervous karena Beda Tipis dengan Rival
Richard Susilo
Perjuangan Lifter Angkat Besi Wanita Windy Cantika Aisah (19) yang menghasilkan medali perunggu 

Meski terlahir dari seorang ibu yang juga merupakan lifter berprestasi, namun butuh upaya kerja keras ekstra dan semangat juang pantang menyerah yang telah dilakukan Windy selama ini.

"Cantika itu menjadi atlet dan masuk ke PPLP Jawa Barat itu sekitar tahun 2015 kelas 7 atau 1 SMP, saat itu usianya baru sebelas. Sebelum masuk PPLP Jabar, karena melihat bakat dan potensinya, dia itu sejak kecil memang sudah dilatih teknik dasar oleh ibunya yang juga seorang lifter asal Kabupaten Bandung, mulai dari sebatang kayu, baru di PPLP Jabar kami drill dengan peralatan sebenarnya, dan terus meningkat beban angkatannya seiring bertambahnya usia dia," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Jumat (23/7/2021).

Perjuangan Lifter Angkat Besi Wanita Windy Cantika Aisah (19) yang menghasilkan medali perunggu
Perjuangan Lifter Angkat Besi Wanita Windy Cantika Aisah (19) yang menghasilkan medali perunggu (Richard Susilo)

Di mata Dewi, Windy adalah atlet remaja yang memiliki karakter berbeda dengan atlet lain seusianya.

Selain sikap disiplin, Windy pun selalu merasa kurang dengan kemampuan yang dimilikinya.

Sehingga pada waktu-waktu tertentu, ia kerap menambah porsi latihan dari program yang telah diberikan pelatih kepadanya.

"Ini anak (Windy) selain punya karakter disiplin dan motivasi yang kuat, tapi juga anaknya enggak banyak alasan, enggak pernah melawan perintah pelatih, itu yang saya suka dari dia. Selama di PPLP Jabar kami memperlakukan Cantika dan semua atlet itu sama, termasuk pemberian porsi latihan bagi satu lifter dan lifter lainnya pun itu sama sesuai dengan usianya, yang secara bertahap naik kelas tiap tahunnya, mulai dari kelas 35-44 kg," ucapnya.

Menurut Dewi, di saat usianya menginjak kelas 10 atau 1 SMA, Windy terus dididik untuk dapat menjadi lifter spesialis kelas 44 kg lalu naik ke kelas 49 kg.

Berita Rekomendasi

Perjalanan Windy sebagai atlet nasional pun tidak semudah yang dibayangkan.

Bahkan kata Dewi, saat di Pelatnas, karena usianya yang masih sangat muda dan tanpa ada pelatih yang biasanya membimbingnya, membuat Windy kesulitan beradaptasi.

Ia sempat down selama hampir setengah tahun dan kembali pulang dari Pelatnas di Jakarta ke Bandung.

Namun, berkat dorongan motivasi dari orang-orang sekelilingnya selama itu, ia pun mampu bangkit dan melanjutkan takdirnya sebagai lifter nasional.

Windy kemudian mulai diperhitungkan setelah meraih satu medali emas pada ajang Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) Semarang 2017.

Atlet Indonesia Windy Cantika Aisah bertanding dalam cabang olahraga angkat besi 49kg putri Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum di Tokyo, 24 Juli 2021.
Atlet Indonesia Windy Cantika Aisah bertanding dalam cabang olahraga angkat besi 49kg putri Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum di Tokyo, 24 Juli 2021. (VINCENZO PINTO / AFP)

Tahun berikutnya ia makin berkibar dengan meraih meraih medali emas Kejurnas PPLP 2018, kemudian meraih tiga emas dalam Kejurnas Senior/Yunior Angkat Besi 2018.

Hal ini mengantarkan Windy tampil di IWF World Championship 2019 di Pattaya, Thailand.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas