PON Sumut-Aceh Habiskan Dana Rp 3 Triliun, APBN yang Tersedot Rp 2 Triliun Lebih
jika APBD-nya minim, tak perlu lagi bersusah demi gengsi menjadi tuan rumah PON, daripada pelaksanaanya tak maksimal akibat dana daerah yang kurang
Penulis: Abdul Majid
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
PON Sumut Aceh Habiskan Dana Rp 3 Triliun, APBN yang Tersedot Rp 2 Triliun Lebih
Abdul Majid/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PON Sumut-Aceh 2024 telah menyedot anggaran mencapai triliunan rupiah.
Seperti biasa, pemerintah pusat menjadi penggelontor dana terbesar dibandingkan dengan daerah atau wilayah yang ditunjuk menjadi tuan rumah.
Ajang olahraga terbesar di Indonesia itu sejatinya memang tidak mengandalkan anggaran daerah (APBD) saja. Anggaran pemerintah pusat (APBN), menjadi sumber dana terbesar.
Dana APBN yang tersedot mencapai 2 Triliun lebih (Rp 2.242.969.480.201), sementara APBD yang digunakan hanya 1 Triliun lebih (Rp 1.703.951.967.323).
Dalam rekap anggaran yang didapatkan terungkap kalau anggaran persiapan dan pelaksanaan yang terbesar disedot oleh Sumatera Utara. Pemberian APBN kepada kebutuhan PON di daerah itu juga dilakukan dengan dua jalan.
Pertama, disalurkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui bidang pertandingan, bidang upacara, dan bidang peralatan sebesar Rp 216.929.942.240,-.
Kedua, disalurkan via Kementerian PUPR untuk pembangunan Stadion Sumut, jalan stadion, dan jalan Kawasan gateball, MK, serta pengawasan senilai Rp 821.075.887.761.
Untuk Aceh, dana APBN yang digelontorkan juga tak kalah besar. Dari yang disalurkan Kemenpora melalui bidang pertandingan, bidang upacara, dan bidang peralatan sebesar Rp 270.322.010.400,-.
Kemudian via Kementerian PUPR untuk renovasi dan pembangunan venue di Kota Banda Aceh, renovasi dan pembangunan venue dayung serta pacuan kuda, dan rehabilitasi juga renovasi venue tambahan di Aceh, pembangunan rumah susun, rehabilitasi waduk keuliling, peralatan rumah susun, dan meubelairnya senilai Rp 904.447.994.800.
Kemenpora juga menggelontorkan APBN ke KONI Pusat untuk Panwasrah PON, Bagian Keabsahan, dan Bidang Pengawasan sebesar Rp 30.193.645.000.
Jadi, jika dibagi bantuan dana dari APBN yang disalurkan via Kemenpora, nilainya mencapai Rp 517.445.597.640. Sementara, dari APBN yang disalurkan PUPR senilai Rp.1.725.523.882.561.
Melihat jumlah angka-angka di atas, PON yang merupakan gawe nasional ini memang menjadi tanggung jawab pembiayaan bersama antara pusat dan daerah.
Namun, selama ini, anggaran pusat atau APBN yang digelontorkan memang lebih besar besar daripada anggaran daerah atau APBD.
Dengan dana total kebutuhan PON yang mencapai 3 Triliun lebih (Rp 3.946.921.447.524), dana APBN yang digelontorkan lebih besar mencapai 2 Triliun lebih (Rp 2.242.969.480.201), sementara APBD yang digunakan hanya 1 Triliun lebih (Rp 1.703.951.967.323).
Melihat besarnya dana pusat yang digelontorkan ke daerah, tetapi ada kenyataan bahwa daerah yang memiliki minat menjadi tuan rumah PON mengajukan diri, maka perlu ditinjau ulang kesiapan dari daerah-daerah tersebut.
Artinya, jika APBD-nya minim, tak perlu lagi bersusah payah demi gengsi menjadi tuan rumah PON, daripada pelaksanaanya tak maksimal akibat dana daerah yang kurang.
Bahkan dalam rapat bersama Komisi X DPR RI sore ini, Menpora Dito menyebut setiap penyelenggaraan PON, pemerintah Daerah dan KONI lah yang bertanggung jawab, sementara pemerintah pusat tidak mempunyai kewenangan secara langsung.
Guna membuat gelaran PON lebih baik, Menpora Dito berharap kedepan ada peranan langsung dari pemerintah pusat dalam menyelenggarakan PON.
“Ya pastinya ini kita harus berbicara, duduk bersama dengan para stakeholder, bersama KONI, DPR karena ini diatur dalam Undang-Undang, tapi hemat saya, opini pribadi saya, harus ada efektivitas dari cabor yang dipertandingkan,” kata Menpora Dito dalam rapat bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
“Kedua ini adalah event nasional secara objek ini adalah pemerintah pusat dan saya rasa kewenangan pemerintah pusat harus dikembalikan ke jaman dulu, karena saat ini PON sebenarnya tanggung jawab sepenuhnya di tuan rumah dan KONI,” sambungnya.
Lebih lanjut, Politisi asal Golkar tersebut tak ingin justru setelah PON rampung digelar timbul masalah seperti gelaran PON sebelumnya.
Dalam pemaparan ini, Menpora Dito bahkan menyebut dirinya rela harus dimusuhi karena aspirasinya yang meminta agar regulasi penyelenggaraan PON diubah, salah satunya pemerintah pusat mempunyai kewenangan penuh di setiap penyelenggaraan PON.
“Saya sampaikan pada Komisi X, saya tidak ingin lihat ini (pemerintah) Daerah dan Pusat. Saya ambil tanggung jawabnya. PON banyak catatan. Semoga dengan dukungan komisi X dapat dievaluasi dengan penyelenggaraan PON tidak jadi beban di kemudian hari tapi jadi diusahakan maksimal,” ujar Menpora.
“Kita lihat hal ini fase PON di Kaltim, Riau, Sumsel, Jabar, Papua dan Aceh-Sumut. Saya rasa ini kenyataan pahit,mungkin saya dimusuhi, tapi harus ada langkah konkret,” pungkasnya.