Kisah Syamsir Alam dan Tato Kalimat Syahadat
Pesepakbola muda berbakat, Syamsir Alam, ternyata punya pandangan tersendiri tentang makna merajah tubuh atau tato
TRIBUNNEWS.COM – Pesepakbola muda berbakat, Syamsir Alam, ternyata punya pandangan tersendiri tentang makna merajah tubuh atau tato. Keberadaan tato di sejumlah bagian tubuhnya dinilai bukan penghalang kedekatannya dengan "Sang Pencipta".
Penyerang Washington DC United ini telah mengoleksi sembilan tato dengan maknanya sendiri. Alam, begitu dia akrab disapa, menilai seni merajah tubuh bukanlah sebuah stigma buruk seperti yang dianggap sebagian orang.
"Agama itu banyak, tapi Tuhan itu tetap satu. Mungkin di Alquran tidak diperkenankan menggunakan tato. Tapi menurut saya tidak bisa melihat orang bertato itu berarti jahat, sedangkan yang tidak bertato itu baik. Karena kalau memang hatinya bersih dan baik, dia juga pantas dapat tempat di surga," ujar Alam kepada Berita Kota (Tribunnews.com Network) yang ditemui di salah satu kafe di bilangan SCBD, Jakarta Selatan, Senin (25/3/2013).
Dari sekian tato yang melekat di tubuh Alam, satu di antaranya bermakna kalimat syahadat. Tato itu dirajah di lengan kiri bagian bawah dengan menggunakan bahasa Nepal. Sekilas, tato "Syahadat" tersebut seperti simbol-simbol biasa. Namun, bagi Alam, lukisan tubuh tersebut sebagai bentuk pengingat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
"Maknanya tato itu, saya adalah pemeluk Islam dan akan selalu menjadi seorang Islam," ungkap mantan personel Tim SAD Uruguay itu. Tato kalimat syahadat itu adalah bentuk kecintaannya terhadap agama Islam, tanpa bermaksud untuk memberikan kesan negatif kepada muslim lainnya.
Striker berusia 20 tahun itu juga punya pengalaman dicemooh oleh pengikut akun twitternya karena persoalan tato. Lukisan permanen yang melekat ditubuh itu dinilai si penulis komentar sebagai tindakan yang tidak mencirikan pribadi seorang muslim pada umumnya.
Namun, Alam memiliki pendapat lain. Meski sebagian orang menilai tato sebagai hal yang negatif, tapi penilaian baik dan buruk pada akhirnya bergantung kepada perilaku hidup seseorang.
"Ini masalah saya dengan Tuhan, hanya hati saya yang tahu bagaimana hubungan saya dengan Tuhan. Meskipun saya bertato, mungkin bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari pada orang yang hanya bisa mencaci dan menghakimi orang lain," ungkapnya.
Pria yang menimba ilmu di Sekolah Sepak Bola (SSB) Depok itu juga menilai, ibadah tidak hanya dinilai dari tato. Sebab yang terpenting adalah bagaimana menjalani ibadah dan kewajiban agar menjadi manusia yang baik dan bermanfaat buat orang lain.
Selama di Amerika Serikat, Alam diberikan keleluasaan untuk menjalani ibadah shalat lima waktu. Meski tidak memiliki teman menjalani ibadah, namun ia tidak pernah malu maupun khawatir akan disriminasi.