Pemain PSMS: Kami Ingin Pulang Kampung, Tapi Tak Punya Ongkos
Mendung menggelayut, rintik hujan turun kian deras. Mes PSMS Medan versi PT Liga Indonesia (LI) di Kebun Bunga, Jl Candi Borobudur
TRIBUNNEWS.COM - Mendung menggelayut, rintik hujan turun kian deras. Mes PSMS Medan versi PT Liga Indonesia (LI) di Kebun Bunga, Jl Candi Borobudur, Sabtu (6/4/2013) pagi, itu sepi. Tidak ada jajaran kendaraan roda dua diparkir di depannya. Hanya ada milik Pemerintah Kota Medan yang teronggok.
Pintu-pintu kamar, baik di lantai satu maupun dua gedung bercat putih itu juga tertutup rapat. Plastik-palstik maupun kertas pembungkus makanan dan minuman, puntung-puntung rokok, berserakan dimana-mana. Jangan tanya debu yang melapis lantai. Tebal berkombinasi pasir pula.
Satu kondisi yang mencerminkan situasional PSMS Medan secara keseluruhan. Pengibaratan bahwa "penyakit" tim ini sudah mencapai tingkat kekronisan stadium empat, sepertinya memang tak terlalu berlebihan. Gaji dan bonus yang tidak kunjung dibayarkan, asap dapur katering yang tidak lagi mengebul, sampai yang paling anyar, ketiadaan uang sekadar membeli sabun yang digunakan untuk mencuci seragam latihan.
Hingga kemarin, dua hari sudah skuat Ayam Kinantan besutan Suimin Diharja tak berlatih. Suimin dan para asistennya, terpaksa bersepakat dengan pemain untuk vakum sementara waktu, menunggu situasi lebih kondusif.
Sampai kapan? Itulah masalahnya, tidak ada tanggal konkret. Media Officer PSMS versi PT LI, Abdi J Panjaitan, mengatakan jajaran manajerial menunggu keputusan dari Ketua Umum Indra Sakti Harahap.
Ketidakjelasan ini berimbas nyata pada para pemain. Terutama bagi mereka yang berasal dari luar Medan dan sudah terlanjur datang untuk mengikuti sesi latihan pascalibur putaran pertama. Mengaku tidak lagi memiliki uang untuk pulang kampung, para pemain ini akhirnya memilih untuk bertahan di mes.
"Maunya, sih, pulang, Mbak. Tapi mau macam mana, uang nggak ada. Saya tunggu di sini sajalah. Mudah-mudahan nggak terlalu lama vakum latihannya," kata gelandang PSMS, Aidun Sastra Utami. Aidun berasal dari Serdangbedagai.
Cukup dekat dengan Medan sebenarnya. Tapi menurut Aidun, dengan tinggal di Kebun Bunga, setidaknya ia lebih bisa menjaga kebugaran ketimbang di kampung. Aidun menginap di Mes bersama Irfan Midin, Nico Susanto, Susanto, dan M Irfan.
Alasan yang sama dikemukakan Irfan Midin. Pemain asal Rantauparapat ini bahkan lebih "sial" dari Aidun. Uang yang ada di kantongnya betul-betul seret sehingga untuk sekadar makan pun ia harus betul-betul berhitung.
"Hemat-hematlah, Kak. Sekarang makan terbang saja, kalau ada yang ngajak ya bisa makan tiga kali sehari. Kalau nggak, ya, cukup dua kali. Sebenarnya orang tua aku sudah nyuruh pulang ke kampung. Tapi aku memilih di sini saja. Ketimbang di kampung bisa-bisa dapat informasi nggak jelas," ujarnya dengan raut wajah sedih.(aya)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.