Sepakbola Selamatkan Saido Berahino
"Saya bermain sepak bola untuk ayah saya di surga. Ayah saya adalah salah satu malaikan yang bahagia dna tersenyum di surga," kata Saido.
Editor: Dewi Pratiwi
TRIBUNNEWS.COM - Nama Saido Berahino sedang jadi pembicaraan hangat para pencinta sepak bola di Inggris, berkat permainannya yang terus membaik brsama West Bromwich Albion (WBA).
Dia diharapkan menjadi bintang sepak bola Inggris di masa depan.
"Saya bermain sepak bola untuk ayah saya di surga. Ayah saya adalah salah satu malaikan yang bahagia dna tersenyum di surga," kata pesepak bola berusia 20 tahun itu.
Berahino adalah korban perang saudara di Burundi, di mana terjadi pembantaian antara suku Hutu dan suku Tutsi tahun 2003.
Berahino masih ingat dia biasa bermain bola di jalan-jalan di Bujumbura, Ibu Kota Burundi, yang disebut Bank Dunia sebagai negara termiskin nomor 2 di dunia.
"Bolanya adalah beberapa tas plastik yang diremas-remas dan diikat dengan tali supaya menjadi bundar," kata Berahino.
Lalu terjadi perebutan kekuasaan antara suku Hutu dan Tutsi, yang menyebabkan saling bunuh di antara masyarakat.
"Di Afrika anak-anak tidak bertanya, 'Ma, Pa, apa yang kita lakukan?' Kami tidak bertanya, hanya mengikuti orangtua kami," katanya lagi sperti dilansir Telegraph.
Dalam pelarian itu Berahino kecil terpisah dari orangtuanya. Rupanya sang ibu, Liliane, berhasil mendapat suaka ke Inggris dan dia mengusahakan putranya bisa datang juga ke tanah Ratu Elizabeth 2 itu.
Namun saat Berahino baru tiba, dia tak boleh langsung tinggal bersama ibunya karena menunggu hasil tes DNA.
Saat datang Berahino tak bisa berbahasa Inggris, tapi dia punya sepak bola untuk komunikasi. Karena kemampuan ini dia akhirnya bisa masuk Akademi Sepak Bola West Bromwich Albion.
"Sepak bola menyelamatkan saya," tandasnya.
Selengkapnya baca edisi cetak Berita Kota Super Ball, Minggu (6/10/2013)