Dua Saksi dari Kemenpora tak Ada yang Beratkan PSSI di Sidang PTUN
Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memasuki tahap mendengarkan saksi dan ahli kedua belah pihak
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memasuki tahap mendengarkan saksi dan ahli kedua belah pihak, yakni PSSI sebagai pihak penggugat dan Kemenpora sebagai pihak tergugat.
Ini adalah pertemuan mereka yang kesembilan kalinya dalam persidangan yang berlangsung hari Senin (29/6) di Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Untuk diketahui, sidang ini berlangsung dikarenakan atas gugatan PSSI terhadap Surat Keputusan Menteri Pemuda dan Olah Raga tentang pembekuan PSSI nomor 01307, tanggal 17 April 2015 oleh Imam Nahrawi.
Sebelumnya, Selasa (16/6) PSSI telah menghadirkan Tigorshalom Boboy sebagai saksi dan Mantan Ketua Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Haryo Yuniarto sebagai ahli.
Kemudian hari kedua, Kamis (18/6) hadir dua ahli yaitu mantan Hakim PTUN Lintong Siahaan dan Andhika Danesawara yang juga dosen sekaligus Doktor Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Kamis (25/6) giliran pihak Kemenpora untuk pertama kalinya menghadirkan saksi dan ahlinya. Mereka adalah Maskur Effendi ahli Administrasi Negara dan yang kedua adalah Refly Harun, ahli Hukum Tata Negara yang juga dosen UGM.
Agenda untuk Senin ini adalah mendengarkan satu orang saksi dan satu orang ahli yang dihadirkan oleh pihak tergugat (Kemenpora).
Hadir sebagai saksi, adalah M. Kusnaeni sebagai perwakilan juga pengurus aktif dari Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) dan satu orang Ahli Hukum dan HAM Nur Ali yang juga bekerja di Dirjen Hukum dan HAM.
Mengenai saksi pertama yang dihadirkan oleh pihak tergugat, dalam hal ini Kemenpora, Togar Manahan Nero memberi pandangannya terhadap penjelasan yang diberikan oleh saksi M. Kusnaeni.
“Saya melihat disini bahwa apa yang dijelaskan oleh saksi pertama tadi, dia pengurus BOPI dan ada pernyataan unik tadi yang dia sampaikan kalau untuk olah raga profesional yang resmi itu harus induk organisasinya, kalau yang ilegal itu BOPI yang urus verifikasinya. Ini mengacu pada saat kondisi dualisme yang pernah dialami oleh PSSI,” tutur Togar usai sidang.
“Ketika IPL dahulu masih dibawah PSSI, maka yang urus legalitasnya PSSI, ketika ISL tidak diakui, itu diurus oleh BOPI. Tetapi ketika ISL resmi, malah justru sebaliknya. Itu aneh. Nah, lantas masuk ke pernyataan-pernyataan lain darinya. Saya melihat disini dari pernyataan dia tadi, cara mereka memverifikasi itu adalah bukan dari kriteria sepak bolanya, tapi lebih kepada urusan-urusan administrasi negara. Dan itu merupakan kewajiban dari instansi pemerintahan yang lain," urainya lagi.
Lalu dengan hadirnya orang kedua sebagai seorang ahli, Direktur Legal PSSI, Aristo Pangaribuan, mengatakan pendapatnya: “Mengenai orang kedua yang dihadirkan oleh pihak tergugat yang katanya ahli Hukum dan Hak Asasi Manusia (Hukum dan HAM), dia justru menjelaskan bagaimana pemerintah sewenang-wenang.”
“Tadi hakim bertanya kepadanya apa yang menghambat keluarnya SK Kemenkum HAM kepada PSSI? Sebab semua persyaratan sudah dipenuhi. Mulai dari pendaftaran, pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Ternyata ada dan beredarnya surat dari Kementrian Pemuda dan Olah Raga ke Kemenkum HAM. Itu sudah sangat jelas bahwa memang ada unsur kesewenangan-wenangan,” lanjutnya.
“Ahli yang mereka hadirkan tadi justru secara gamblang menjelaskan semuanya. Karena ada surat dari Kemenpora. Buat kami itu penting dan sudah menjelaskan semuanya kenapa SK ini terjadi (ditunda dan tidak dikeluarkan oleh Kemenkum HAM),” paparnya.
Mengenai jalannya persidangan, Aristo menerangkan bahwa sidang berjalan baik dan kedua orang tadi justru malah tidak ada yang memberatkan pihaknya. Dia memandang cara kerja BOPI yang menggunakan rasio terbalik dan itu sangat aneh.
“Secara keseluruhan sidang ini berjalan bagus dan lancar. Kedua orang tadi justru tidak ada yang memberatkan kami. Maksud dari Kusnaeni dan Nur Ali tadi ditangkap dengan baik oleh hakim. Ambil contoh, soal BOPI tadi. Ternyata BOPI itu mengeluarkan dulu suratnya 6 Januari 2015, padahal peraturannya belum ada. Tadi juga saya menanyakan landasan hukum surat tersebut? Dia bilang sudah dibahas. Artinya, peraturan ini yang menyesuaikan perbuatannya bukan sebaliknya,” bebernya.
Sidang akan berlangsung kembali di hari Kamis (2/7) dengan agenda bahwa pihak Kemenpora akan menyerahkan bukti surat terakhir, dan pada hari Senin (6/7) adalah mendengarkan kesimpulan. tb